JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyebut kehadiran International Monetary Fund (IMF) pascareformasi justru membuat banyak penyakit ekonomi di Indonesia.
“Pascareformasi, masuk IMF sebagai dokter konon cerita yang ahli untuk bisa mendiagnosa dan menyembuhkan penyakit ekonomi Indonesia. Tapi apa yang terjadi? Rekomendasinya bukan menambah sembuh, banyak membuat penyakit,” ucapnya, dikutip dari Antara, di Jakarta, Kmais (20/2/2025).
Salah satu penyakit yang diciptakan IMF ialah tentang Undang-undang (UU) Minyak dan Gas (Migas). UU tersebut dinilai mengalami perubahan sehingga melemahkan Pertamina, dan berdampak signifikan terhadap penurunan lifting minyak.
Padahal, lifting minyak di Tanah Air pada era 1996-1997 mencapai 1,5-1,6 juta barel per hari dan menjadikan sektor migas sebagai penyumbang 40% pendapatan negara.
Saat ini, lifting minyak hanya sekitar 600 ribu barel per hari dengan tingkat konsumsi 1,5-1,6 juta barel per hari. Akibatnya, Indonesia yang eksportir minyak, kini harus mengimpor 1 juta barel per hari.
Setelah mendalami permasalahan ini selama 5 bulan terakhir sejak dirinya dilantik menjadi Menteri ESDM, ditemukan bahwa salah satu penyebab impor besar komoditas tersebut karena dari 40 ribu sumur minyak, hanya 16 ribu yang aktif. Mayoritas lifting minyak berasal dari Pertamina sebesar 60-65% dan Exxon Mobil 25%.
Menurut dia, banyak sumur minyak sudah tua dan tak dapat dioperasikan karena berbagai alasan, seperti kurangnya investasi dan teknologi. Karena itu, Bahlil menawarkan tiga strategi utama untuk mengatasi tantangan tersebut.