“Memang banyak yang menanyakan, kenapa 19%? Tidak lebih rendah lagi. Tapi ini relatif daripada keadaan Indonesia saat ini. Indonesia berdagang dengan Amerika surplus 18 miliar dolar AS. Sehingga, pasti akan ada tarif. Tapi ini lebih bagus daripada yang dibicarakan sebelumnya 32%,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anindya menyatakan kesepakatan tarif ini justru bisa menjadi katalis bagi pertumbuhan perdagangan bilateral antara Indonesia dan AS.
Dia optimistis bahwa nilai ekspor Indonesia ke AS bisa meningkat dua kali lipat dalam lima tahun ke depan.
“Kalau saya lihat, perdagangan yang tadinya 40 miliar dolar AS, dalam lima tahun bisa mencapai 80 miliar dolar AS. Kita mesti lihat bukan hanya untungnya buat mereka, tapi apa untungnya buat kita,” pungkasnya.
(Taufik Fajar)