Menurut Alphonzus, tren belanja masyarakat juga telah mengalami perubahan yang diakibatkan oleh tekanan ekonomi. Lebih selektif dalam membeli barang, bahkan tidak melakukan pembelian jika memang tidak ada kebutuhan yang mendesak.
"Memang yang berubah itu kan pola belanjanya, mereka jadi lebih selektif berbelanja. Kalau tidak perlu ya tidak. Kalaupun beli, hanya barang atau produk yang harga unitnya itu murah," tambahnya.
Meski demikian, Alphonzus menilai fenomena rojali atau rohana di mall merupakan hal yang umum dilakukan. Mengingat fungsi pusat perbelanjaan seperti mal sendiri tidak hanya sebagai tempat transaksi, namun juga rekreasi atau hiburan.
"Saya kira itu umum atau hal yang wajar, ada interaksi, tawar menawar, dan lain-lain. Juga kan fenomena rojali ini juga kan karena fungsi daripada pusat perbelanjaan, bukan sekedar belanja, tapi ada edukasi, entertainment, hiburan dan sebagainya," kata Alphonsus.
Dia menambahkan jumlah uang yang dimiliki masyarakat menyebabkan mereka menjadi lebih selektif dalam berbelanja. Banyak konsumen hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan dan cenderung memilih produk dengan harga terjangkau.
Alphonzus optimistis situasi ini tidak akan berlangsung selamanya. Dia menyebut kondisi pusat belanja secara nasional masih stabil, bahkan daya beli di luar Pulau Jawa dinilai masih lebih kuat dibandingkan wilayah Jawa.
Sebagai bentuk adaptasi, berbagai pusat perbelanjaan kini menjalankan program promo untuk mendorong konsumsi. Program ini akan terus berlanjut sampai akhir tahun sebagai upaya menghidupkan kembali transaksi di masa low season yang tahun ini berlangsung lebih lama.
(Dani Jumadil Akhir)