JAKARTA - Target pertumbuhan ekonomi pada 2026 sebesar 5,4% diprediksi sulit tercapai. Meskipun mesin domestik menunjukkan pemulihan dengan PDB Kuartal II-2025 sebesar 5,12%.
Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menilai pertumbuhan untuk 2026 akan lebih konservatif, yaitu di kisaran 5,0-5,1%.
"Dengan struktur PDB sisi pengeluaran yang didominasi konsumsi (sekitar 54% PDB), investasi (sekitar 29%), dan belanja pemerintah (sekitar 8%), maka skenario baseline—konsumsi tumbuh di kisaran 5,0%, belanja pemerintah 7–8% saat realisasi APBN mengencang, dan net export netral—baru mendorong sekitar 5,1% pertumbuhan," kata Josua, Senin (18/8/2025).
Josua menjelaskan bahwa pertumbuhan di Kuartal II-2025 ditopang oleh lonjakan investasi (6,99%) dan konsumsi rumah tangga yang stabil (nyaris 5%). Lonjakan ini banyak dibantu oleh belanja modal pemerintah (capex) dan sektor manufaktur/konstruksi. Ia juga memproyeksikan adanya pelonggaran BI Rate hingga 4,5% pada 2026 untuk menopang permintaan.
Namun, menurut Josua, untuk mencapai target 5,4%, investasi harus mengalami akselerasi rata-rata 7-8%, bukan sekadar 4-5%. Hal ini diperlukan agar kontribusi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dapat naik 0,3 poin persentase.
Kunci utama adalah mengubah dorongan investasi dari capex pemerintah menjadi crowding-in investasi swasta, yang terlihat dari lonjakan mesin dan peralatan sebesar lebih dari 25% di Kuartal II-2025.
"Namun kami mempertimbangkan risiko realisasi fiskal, potensi crowding-out bila pembiayaan defisit terlalu mengandalkan SBN, serta pelemahan permintaan global yang menahan ekspor dan harga komoditas," jelasnya.
Josua menyoroti bahwa kondisi eksternal masih tidak bersahabat. Indikator manufaktur global melemah, dan PMI Indonesia turun pada pertengahan 2025, yang menggambarkan permintaan eksternal yang rapuh.
Ekspor riil diproyeksikan hanya naik tipis pada 2026, sementara impor masih meningkat dan transaksi berjalan berpotensi defisit sekitar -1,1% PDB. Artinya, motor pertumbuhan 2026 harus berasal dari domestik.
Agar target 5,4% lebih kredibel, Josua memberikan beberapa rekomendasi kebijakan seperti percepat tender proyek sejak Kuartal I, perluas skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), sederhanakan perizinan, dan pastikan ketersediaan infrastruktur dasar di koridor manufaktur.
Kemudian menurut Josua, pemerintah bisa arahkan stimulus ke kelompok masyarakat berpenghasilan rendah dan padat karya untuk memperbesar multiplier konsumsi.
Adapun bisa juga diversifikasi pasar ekspor ke ASEAN, Afrika, dan Timur Tengah, serta berikan insentif untuk ekspor bernilai tambah.
Menurut Josua, tanpa realisasi belanja pemerintah yang front-loaded di semester I, kepastian kebijakan pasca-tarif, dan transmisi pelonggaran moneter yang lebih cepat, trajektori dasar pertumbuhan 2026 cenderung akan berada di kisaran 4,9-5,1%.
(Feby Novalius)