JAKARTA - Ketahanan energi nasional dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tidak terlepas dari peran PT Pertamina (Persero). Sebagai BUMN energi, Pertamina berjibaku dalam menyediakan energi ke seluruh Indonesia.
Pertamina menyalurkan energi tanpa lelah ke seluruh Indonesia. Berbagai macam proyek pendukung ketahanan energi sesuai Asta Cita pemerintahan Prabowo Subianto juga tengah dikebut. Dengan rampungnya proyek yang digarap Pertamina, energi yang disalurkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Seperti halnya proyek pengembangan kilang Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur yang nantinya menjadi kilang terbesar di Indonesia.
Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri mengatakan RDMP Balikpapan siap beroperasi mulai 10 November 2025. Pengoperasian RDMP Balikpapan ini akan menambah produksi BBM seperti solar, avtur hingga LPG.
"Informasi yang saya sampaikan (ke Presiden Prabowo) rencananya pada 10 November akan mulai running untuk unit RFCC (Residual Fluid Catalytic Cracking) yang di Balikpapan, itu RDMP yang akan menambah produksi solar, avtur dan tambahan sedikit LPG," ujarnya di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Simon menyampaikan untuk fasilitas nafta block untuk produksi bensin baru akan beroperasi pada Juni 2026. Kedua kilang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri, seiring upaya pemerintah menurunkan impor BBM.
"Unit yang satu lagi yang Nafta block, produk bensin, itu sambil berjalan kemungkinan berjalan sekitar Juni 2026, tetapi yang pasti RFCC bisa kami usahakan berjalan pada 10 November," sambungnya.
Proyek RDMP Balikpapan memiliki nilai investasi mencapai USD7,4 miliar. Dari total tersebut, USD4,3 miliar berasal dari ekuitas, sedangkan USD3,1 miliar diperoleh melalui pinjaman yang didukung oleh Export Credit Agency (ECA).
Proyek ini akan meningkatkan ketahanan energi nasional, karena akan meningkatkan kapasitas pengolahan kilang sebanyak 100 ribu barel per hari, sehingga kapasitas pengolahan menjadi 360 ribu barel per hari.
Proyek RDMP Balikpapan, merupakan bagian dari 7 proyek yang tengah dikerjakan PT Pertamina. Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Terdiri dari RDMP RU (Refinery Unit) IV Cilacap, RDMP RU VI Balongan, RDMP RU III Plaju, RDMP RU V Balikapapan, RDMP RU II Dumai, Grass Root Refinery (GRR) Tuban, dan GRR Bontang.
Fasilitas RFCC merupakan bagian dari proyek pengembangan kilang Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur. Fasilitas tersebut ditandai dengan dilakukannya loading atau pemasukan perdana katalis pada unit RFCC pada Agustus.
“Kilang Pertamina Internasional (KPI) menargetkan RFCC baru di Kilang Balikpapan bisa beroperasi di kuartal IV tahun ini,” ujar Pjs Corporate Secretary KPI Milla Suciyani.
Menurut Milla, katalis yang dimasukan ke fasilitas RFCC menjadi salah satu komponen penting dalam pengoperasian unit tersebut sebelum beroperasi secara penuh.
"Pemasukan katalis ini menjadi pencapaian besar karena menjadi tanda kesiapan unit RFCC. Unit ini nantinya berperan penting untuk mengolah minyak berat menjadi produk bernilai tinggi. Dengan keberhasilan tahap ini, Kilang Balikpapan semakin dekat menuju pengoperasian RFCC," kata Milla.
Unit RFCC di RDMP Balikpapan yang akan segera dioperasikan memiliki kapasitas pengolahan 90.000 barel per hari. Ini merupakan unit RFCC terbesar yang dimiliki oleh Pertamina. Sebagai perbandingan, fasilitas serupa yang dimiliki KPI di Kilang Cilacap dan telah beroperasi sejak 2015 hanya berkapasitas 62.000 barel per hari.
"Dengan beroperasinya RFCC Balikpapan ini akan semakin menambah kapasitas dan memperkuat kapabilitas KPI sebagai penopang ketahanan energi nasional. Ini akan mendukung kemandirian energi nasional karena kilang dapat menghasilkan lebih banyak produk berkualitas tinggi," kata Milla.
Dia menambahkan, pencapaian tersebut sejalan dengan Asta Cita Pemerintah, khususnya cita ke-3 tentang kemandirian ekonomi berbasis energi bersih dan berkelanjutan, serta cita ke-6 tentang pembangunan wilayah yang merata.
"Kehadiran RFCC tidak hanya memperkuat pasokan energi nasional, tetapi juga memberikan banyak manfaat lain bagi Indonesia, antara lain membuka peluang pertumbuhan ekonomi daerah melalui peningkatan aktivitas industri, penyerapan tenaga kerja, dan efek berganda bagi masyarakat sekitar," ucap Milla.
Tidak hanya itu, RDMP Balikpapan juga akan memberikan dampak yang besar bagi lingkungan. Salah satunya proyek tersebut akan meningkatkan kualitas produk standar Euro 2 menjadi setara Euro 5 yang lebih ramah lingkungan. Proyek ini juga akan meningkatkan kompleksitas kilang untuk mendorong efisiensi operasional dan memperluas jangkauan produk.
Lebih dari itu, proyek tersebut memberikan dampak ekonomi dan sosial (multiplier effects) yang signifikan di tingkat daerah dan nasional. Di antaranya penyerapan tenaga kerja lokal, peluang tumbuhnya industri pendukung hingga peningkatan rantai pasok dalam negeri.
Selain proyek RDMP Balikpapan, Pertamina juga terus mengembangkan fasilitas lain untuk mendukung ketahanan energi nasional yakni pembangunan dua unit tangki raksasa baru untuk menopang pasokan minyak ke proyek RDMP Balikpapan.
Tangki raksasa yang berada di Lawe-Lawe, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, merupakan tangki terbesar di regional Asia Tenggara. Di mana satu unit tangki memiliki kapasitas 1 juta barel.
“Dengan pembangunan dua tangki maka terdapat tambahan kemampuan inventori Kilang Balikpapan sebanyak 2 juta barel," ujar Milla.
Dilihat ukurannya, tangki minyak Lawe-lawe memiliki dimensi diameter sepanjang 110 meter. Luas alas tangki tersebut lebih dari ukuran lapangan sepak bola dan hampir sama dengan sekitar 47 lapangan padel standar. Tangki ini menggunakan pelat paling tebal 43 mm dengan total panjang pengelasan mencapai 20 km untuk satu tangki.
Terminal Lawe-Lawe, memiliki fungsi strategis bagi pengoperasian Kilang Balikpapan. Di terminal tersebut terdapat tangki-tangki penyimpanan bahan baku minyak mentah sebelum dikirimkan ke Kilang Balikpapan untuk diolah.
Pengoperasian Terminal Lawe-Lawe juga didukung dengan pengoperasian Single Point Mooring (SPM) yakni sebuah sistem dermaga terapung menjadi pintu masuk aliran minyak mentah. Untuk mendukung fasilitas tersebut, Kilang Pertamina Indonesia telah menyelesaikan pemasangan 1 unit SPM baru yang memungkinkan bisa menampung berlabuhnya kapal tanker berbobot hingga 320.000 DWT.
Fasilitas tersebut menjadikan pengiriman minyak mentah lebih fleksibel karena sebelumnya Kilang Balikpapan telah mengoperasikan SPM dengan kapasitas 150.000 DWT.
Selanjutnya, untuk penyaluran minyak mentah dari Terminal Lawe-Lawe ke Kilang di Balikpapan, Pertamina juga menyelesaikan pembangunan pipa berukuran 20 inchi sepanjang sekitar 18,9 km. Dari ruas pipa tersebut sepanjang sekitar 14,4 km berada di darat, dan sisanya berada di Teluk Balikpapan.
Keberadaan tangki baru di Lawe-Lawe yang dibangun mulai 2019 tersebut ditargetkan dapat melakukan pengisian perdana minyak mentah pada awal November 2025.
Menurut Milla, proyek tangki raksasa itu juga memberikan multipler effect ke perekonomian setempat karena tercatat angka tingkat komponen dalam negeri (TKDN) mencapai 40,49 persen.
Selain itu, Pertamina juga tengah membangun proyek pipanisasi BBM Cikampek-Plumpang. pembangunan pipa BBM sepanjang 96 km yang menghubungkan Terminal Cikampek ke Terminal Plumpang merupakan sinergi Pertamina Group, yang mana Pertamina Patra Niaga sebagai pemilik proyek dan Pertagas sebagai kontraktor.
Dijelaskan pipa BBM itu merupakan bagian dari jaringan distribusi utama dari Kilang Balongan ke Plumpang, yang menyalurkan sekitar 4,6 juta kiloliter BBM per tahun.
Infrastruktur itu sangat vital untuk menjamin keandalan pasokan BBM ke wilayah Jawa Barat dan Jakarta, yang menyerap sekitar 30 persen konsumsi nasional.
Keberadaan pipa BBM Cikampek-Plumpang akan berdampak strategis dalam mendukung security of supply dan memperkuat jalur distribusi BBM dari Kilang Balongan ke Plumpang.
"Sinergi PPN dan Pertagas dalam pembangunan pipa BBM tersebut akan turut mendukung keandalan pasokan di wilayah Jawa Bagian Barat," kata Direktur Utama Pertamina Gas Indra P Sembiring belum lama ini.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, industri kilang memiliki peran penting dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional. Akan tetapi, dalam kenyataannya, industri kilang dihadapkan pada sejumlah tantangan, salah satunya terkait pasar bahan bakar minyak (BBM) di mana kondisinya merupakan regulated market.
“BBM itu kan yang diperdagangkan saat ini sebagian besar volumenya adalah barang subsidi,” ujar Komaidi.
Kondisi tersebut, ujar Komaidi, menyebabkan industri kilang minyak di Indonesia relatif sulit untuk dapat memperoleh margin usaha yang wajar. Imbasnya, perkembangan industri kilang di Indonesia relatif lambat.
“Sebagai perbandingan, dalam 10 tahun terakhir kapasitas kilang minyak wilayah Asia Pasifik bertambah 3,73 juta barel per hari, Timur Tengah 2,73 juta barel per hari dan Eropa 829 ribu barel per hari. Sementara di Indonesia pada periode tersebut kapasitas kilang minyak Indonesia hanya bertambah 125 ribu barel per hari,” katanya.
Di samping itu, kata Komaidi, industri kilang juga membutuhkan anggaran investasi yang besar. Reforminer mencatat, rata-rata pembangunan kilang minyak dengan kapasitas 100.000 barel per hari memerlukan investasi antara USD7,5–8 miliar atau sekitar Rp123 triliun–Rp132 triliun.
Kebutuhan kilang di dalam negeri dinilai cukup mendesak. Jika mengacu pada konsumsi BBM nasional saat ini di angka 1,6 juta barel per hari, maka masih diperlukan impor BBM sekitar 600.000 barel per hari, karena produksi dalam negeri hanya di kisaran 1 juta barel per hari.
Komaidi menjelaskan, terkait aspek teknologi dan keandalan kilang, keberadaan proyek RDMP dan Grass Root Refinery (GRR) dalam upaya meningkatkan kapasitas dan kualitas produk Pertamina adalah langkah tepat. Sebagai gambaran, adanya RDMP Balikpapan turut mendorong Nelson Complexity Index (NCI) atau indeks kompleksitas kilang menjadi lebih tinggi yakni dari semula 3,7 menjadi 8. Ini menunjukkan bahwa nilai tambah dari produk kilang tumbuh signifikan di mana indeks 10 merupakan angka tertinggi.
(Dani Jumadil Akhir)