Salah satu pergeseran tren paling penting dalam dunia pembiayaan berkelanjutan adalah tumbuhnya keyakinan bahwa keberlanjutan kini bukan sekadar kewajiban moral, melainkan pendorong utama keberhasilan bisnis jangka panjang.
Helge menegaskan bahwa perusahaan yang mengintegrasikan pertimbangan iklim dan sosial ke dalam strateginya tidak hanya melakukan hal yang baik, tetapi juga membangun organisasi yang lebih kuat dan adaptif di tengah volatilitas global.
Data dari Corporate Governance Institute menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam model bisnisnya cenderung memiliki risiko operasional yang lebih rendah, loyalitas pelanggan yang lebih tinggi, serta daya tarik investasi yang lebih besar.
Seiring dengan berkembangnya pasar investasi hijau, keberlanjutan kini bukan lagi sekadar isu etika, tetapi menjadi keunggulan kompetitif yang menentukan daya tahan bisnis di masa depan.
“Tidak selalu ada kompromi antara imbal hasil dan keberlanjutan. Jika kita percaya pada megatren seperti perubahan iklim, maka memasukkan aspek keberlanjutan ke inti bisnis justru akan membuat perusahaan lebih tangguh dalam jangka panjang,” tutur Helge.
4. Melindungi Alam Berarti Melindungi Perekonomian
Laporan dari PwC global bertajuk Centre for Nature Positive Business menunjukkan bahwa lebih dari 58 triliun Dolar AS atau sekitar 55 persen dari PDB global sangat bergantung pada alam, baik secara tinggi maupun sedang. Namun, temuan World Benchmarking Alliance mengungkapkan bahwa masih kurang dari 1 persen perusahaan di seluruh dunia benar-benar menyadari sejauh mana operasi mereka bergantung pada alam. Karena itu, melindungi alam bukan hanya sebuah keharusan lingkungan, tetapi juga kebutuhan ekonomi.
Helge yakin Indonesia memiliki potensi NBS yang sangat besar. Sebagai rumah bagi sekitar 20 persen hutan mangrove dunia dan salah satu keanekaragaman hayati terkaya di bumi, negara ini memiliki potensi besar untuk mengubah aset alam menjadi motor pertumbuhan berkelanjutan.
Di sinilah Nature-Based Solution (NBS) berperan, seperti pendanaan untuk restorasi mangrove, rehabilitasi lahan gambut, dan proyek karbon berbasis alam. Secara ekonomi, proyek-proyek ini telah terbukti memiliki efek multiplier yang kuat. Restorasi mangrove, misalnya, tidak hanya mengurangi emisi hingga empat kali lipat per hektare dibandingkan hutan daratan, tetapi juga melindungi kawasan pesisir dari kerugian ekonomi akibat bencana alam, yang dapat mencapai miliaran dolar setiap tahun.
5. Kerja Sama Lintas Sektor Merupakan Kunci untuk Mempercepat Transisi Hijau
Transisi menuju ekonomi hijau dan biru tidak dapat dicapai oleh satu pihak saja. Helge menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, regulator, pelaku industri, lembaga keuangan, dan masyarakat sipil untuk menghadirkan solusi yang lebih inovatif, terukur, dan berkelanjutan.