Berdasarkan laporan resmi, berikut rangkaian kronologi operasi penindakan terhadap 87 kontainer produk sawit milik PT MMS yang diduga melanggar ketentuan ekspor:
20 Oktober 2025: Satgassus Polri memberikan informasi awal terkait 25 kontainer ekspor yang diduga melanggar ketentuan kepabeanan.
20–21 Oktober 2025: Setelah pengembangan, ditemukan total 50 kontainer dengan perusahaan dan jenis barang serupa. Diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) atas 4 PEB milik PT MMS.
22–23 Oktober 2025: Pemeriksaan bersama dilakukan oleh Satgassus Polri, DJP, DJBC, Laboratorium IPB, dan Balai Laboratorium Bea dan Cukai (BLBC) Jakarta.
24 Oktober 2025: Ditemukan tambahan 37 kontainer dengan karakteristik sama, sehingga total menjadi 87 kontainer (7 PEB).
27 Oktober 2025: Hasil uji BLBC terhadap 50 kontainer pertama menunjukkan ketidaksesuaian antara barang fisik dan HS Code pada dokumen ekspor.
31 Oktober 2025: Pihak perusahaan dimintai keterangan atas dugaan pelanggaran.
3 November 2025: Hasil uji lanjutan BLBC terhadap 37 kontainer lainnya juga menunjukkan indikasi misclassification.
Menurut hasil analisis Direktorat Jenderal Pajak (DJP), ditemukan indikasi perbedaan harga signifikan (underinvoicing) antara dokumen ekspor dan kondisi barang sebenarnya, yang berpotensi menyebabkan kerugian pada penerimaan negara.
Sepanjang 2025, terdapat 25 wajib pajak, termasuk PT MMS, yang melaporkan ekspor fatty matter dengan total nilai PEB mencapai Rp2,08 triliun.
Selain kasus ini, Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu juga tengah meneliti dugaan pelanggaran ekspor serupa terhadap 200 kontainer dengan berat 4.700 ton senilai Rp63,5 miliar di Pelabuhan Tanjung Priok, dan 50 kontainer dengan berat 1.044 ton senilai Rp14,1 miliar di Pelabuhan Belawan.
Kasus ini menjadi bagian dari upaya besar pemerintah dalam memperketat pengawasan ekspor produk sawit, memastikan kepatuhan terhadap aturan kepabeanan, serta melindungi potensi penerimaan negara dari praktik penyimpangan dokumen ekspor.
(Taufik Fajar)