JAKARTA - Praktisi migas senior sekaligus mantan Kepala BP Migas Kardaya Warnika mengingatkan risiko besar berupa pidana dalam tata kelola pengadaan di sektor hulu migas. Menurutnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) memegang tanggung jawab penuh atas setiap persetujuan terkait pengadaan barang atau jasa.
"Apabila SKK Migas menyetujui sesuatu yang melanggar aturan, risiko hukum justru jatuh kepada otoritas, bukan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS)," ujar Kardaya dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (28/11/2025).
Maka dari itu, dia menilai KKKS harus memastikan semua permohonan sesuai regulasi. Jika tidak, risiko finansial dan hukum bisa sangat berat. Apalagi, kata dia, hal tersebut seiring dengan standar integritas yang didorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk naik kelas, mengikuti praktik global, yakni ISO 37001 dan Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA).
KPK mendorong perluasan standar integritas hingga ke seluruh ekosistem hulu migas melalui penerapan ISO 37001:2016 (Sistem Manajemen Anti Penyuapan). Dikatakan bahwa hal tersebut penting karena mayoritas KKKS merupakan perusahaan multinasional. Pelanggaran integritas di Indonesia dapat memicu sanksi dari FCPA di Amerika Serikat.
Lembaga antirasuah menekankan penerapan ISO 37001 tidak hanya memenuhi hukum Indonesia, tetapi juga menjadi perlindungan ganda dari risiko denda global akibat pelanggaran FCPA.
Dengan demikian, Kardaya menekankan setiap keputusan terkait barang impor, barang bekas, dan komponen pemulihan biaya harus berbasis regulasi.