Djoko mengatakan, pemerintah tetap berkeinginan SKK Migas dan BPH Migas berjalan secara terpisah seperti sekarang. Pakar Energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto menilai, konsep kelembagaan dari pemerintah pada dasarnya sudah benar. Pasalnya SKK Migas masih diperlukan.
Hanya saja, SKK Migas harus bersifat BUMN khusus yang mendapatkan kuasa pertambangan di hulu berdasarkan aturan UU Migas dan lex specialis baik dalam fungsi maupun kewenangan. ”Termasuk penyederhanaan perizinan di hulu migas dan pengurusan perpajakan,” ujar dia.
Presiden Joko Widodo berkeinginan revisi UU Migas dapat disahkan tahun ini. Meski begitu, pihaknya menyadari jika menyatukan draf revisi DPR dengan pemerintah memang tidak mudah sehingga memerlukan proses panjang.
Baca Juga: Revisi UU Migas Mendesak Dilakukan
”Kita inginkan tahun ini, tapi memang itu membutuhkan proses yang panjang,” ungkap Jokowi di Bogor, Jawa Barat, belum lama ini. Pemerintah saat ini tengah menggodok daftar inventaris masalah (DIM) revisi Undang- Undang No22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).
Inventaris masalah telah diserahkan kembali kepada Kementerian ESDM pada 18 Januari 2019 untuk dibahas lebih lanjut setelah melalui Sekretariat Negara. Kementerian ESDM mempunyai waktu 60 hari untuk membahas kembali daftar inventaris masalah bersama kementerian/lembaga terkait sebelum dibahas bersama DPR.
”Kami baru berkumpul bersama kementerian/lembaga terkait untuk meminta masukan. Sekarang masih dalam pembahasan,” ujar Kepala Biro Hukum Kementerian ESDM Hufron Asrofi di Jakarta kemarin.
Menurut dia, masukan dari seluruh pihak terkait diperlukan sebelum nantinya disetujui Presiden dan dibahas bersama DPR. Meski begitu, Hufron tidak menjelaskan secara rinci permasalahan DIM. Namun yang jelas, draf tersebut nantinya akan disandingkan dengan yang sudah digodok oleh Komisi VII DPR.
(Nanang Wijayanto)
(Dani Jumadil Akhir)