"Tekanan pada dunia usaha memburuk, dan ditengah kondisi tersebut perusahaan tentu kesulitan dalam menaikkan upah. Disisi lain buruh akan menuntut penambahan upah. Yang angka idealnya akan berada di besaran inflasi tahun 2022 ini. Setidaknya itu permintaan yang paling logis. Dan kemungkinan buruh menuntut lebih besar dari inflasi juga sangat berpeluang," jelasnya.
Terlebih jika besaran inflasinya ditambahkan dengan pertumbuhan ekonomi.
Jelas perusahaan tidak akan mampu memenuhi tuntutan para buruh seperti itu.
Itu masih mempertimbangkan situasi ekonomi yang terlihat saat ini kemudian dikalkulasikan ke depan.
"Semua belum termasuk resiko ekonomi besar yang ditimbulkan dari perang dan gangguan cuaca atau perubahan iklim," tambahnya.
Saat ini rusia belum terlihat akan berdamai dengan ukraina maupun sekutunya.
Terlebih ada ancaman perang antara China dan Taiwan.
Ditambah lagi adanya gangguan cuaca akibat perubahan iklim.
"Kalau di Indonesia ke depan, kita berhadapan dengan potensi El Nino. Hal tersebut bukan kabar baik, karena akan ada potensi inflasi dari bahan pangan yang akan mendorong pengeluaran para buruh," sebutnya.
"Produktifitas perusahaan terancam mengalami penurunan, sementara tingkat upah mendesak untuk dinaikkan. Akan ditemui kesulitan dalam menemukan jalan tengah terkait pengupahan nantinya. Sebaiknya memang Pemerintah sudah mengambil ancang ancang untuk mencari jalan keluarnya," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)