MEDAN - Kenaikan harga BBM disebut mmebuat penentuan besaran upah minimum untuk tahun 2023 akan lebih sulit dibandingkan tahun sebelumnya.
Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin mengatakan hal itu karena besaran kenaikan lalu juga terbilang kecil, kini penentuan besaran upah harus pula menghadapi dampak kenaikan harga BBM yang tentunya berdampak besar pada inflasi.
Gunawan menjelaskan, inflasi sudah pasti akan terkerek naik pasca dinaikkannya harga BBM.
Kondisi ktu akan membuat stagflasi benar-benar menjadi ancaman saat ini, khususnya di tengah bayang-bayang resesi pada perekonomian di negara-negara besar.
BACA JUGA:Harga BBM Naik, Warga Berharap Gaji Juga Naik!
"Ke depan kita akan kesulitan untuk melakukan penyesuaian upah karena kondisi ekonomi di tahun 2023 prospeknya lebih buruk dari kondisi yang saat ini," kata Gunawan pada Sabtu (3/9/2022).
Sementara selama tahun 2022, para buruh sudah terbebani dengan tingginya laju tekanan inflasi yang membuat pengeluaran mengalami peningkatan.
Para butuh tentunya berharap ada kenaikan upah yang signifikan untuk bisa menutupi pengeluaran tersebut.
"Hanya saja dunia usaha tidak akan baik-bak saja dengan sejumlah gambaran ekonomi yang terlihat pada saat ini," tukasnya.
Gunawan menyebut sejumlah negara besar akan menghadapi resesi di tahun depan.
Dalam kondisi itu tentunya kegiatan ekspor nasional akan bermasalah karena berkurangnya permintaan akibat dampak resesi.
Di sisi lainnya, biaya input produksi perusahaan yang mengalami kenaikan namun saat ini omsetnya berpeluang turun, ditambah dengan penambahan biaya transportasi akibat kenaikan harga BBM.
"Tekanan pada dunia usaha memburuk, dan ditengah kondisi tersebut perusahaan tentu kesulitan dalam menaikkan upah. Disisi lain buruh akan menuntut penambahan upah. Yang angka idealnya akan berada di besaran inflasi tahun 2022 ini. Setidaknya itu permintaan yang paling logis. Dan kemungkinan buruh menuntut lebih besar dari inflasi juga sangat berpeluang," jelasnya.
Terlebih jika besaran inflasinya ditambahkan dengan pertumbuhan ekonomi.
Jelas perusahaan tidak akan mampu memenuhi tuntutan para buruh seperti itu.
Itu masih mempertimbangkan situasi ekonomi yang terlihat saat ini kemudian dikalkulasikan ke depan.
"Semua belum termasuk resiko ekonomi besar yang ditimbulkan dari perang dan gangguan cuaca atau perubahan iklim," tambahnya.
Saat ini rusia belum terlihat akan berdamai dengan ukraina maupun sekutunya.
Terlebih ada ancaman perang antara China dan Taiwan.
Ditambah lagi adanya gangguan cuaca akibat perubahan iklim.
"Kalau di Indonesia ke depan, kita berhadapan dengan potensi El Nino. Hal tersebut bukan kabar baik, karena akan ada potensi inflasi dari bahan pangan yang akan mendorong pengeluaran para buruh," sebutnya.
"Produktifitas perusahaan terancam mengalami penurunan, sementara tingkat upah mendesak untuk dinaikkan. Akan ditemui kesulitan dalam menemukan jalan tengah terkait pengupahan nantinya. Sebaiknya memang Pemerintah sudah mengambil ancang ancang untuk mencari jalan keluarnya," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)