Kebangkitan Industri Pupuk Indonesia: Petani Happy, Swasembada Pangan Tercapai

Dani Jumadil Akhir, Jurnalis
Rabu 24 Desember 2025 14:01 WIB
Kebangkitan Industri Pupuk Indonesia: Petani Happy, Swasembada Pangan Tercapai (Foto: Dokumentasi)
Share :

JAKARTA - Pagi itu, Eko berdiri di Kios Pupuk Mitra Tani Sejati, Kotabumi Utara sambil menggenggam karung pupuk Urea. Senyum lega terpancar dari wajahnya ketika melihat harga yang tertera: Rp90.000 per sak, turun dari sebelumnya Rp125.000.

“Alhamdulillah, ini sangat membantu kami petani kecil. Biaya tanam jadi lebih ringan,” cerita Eko petani di Kecamatan Kotabumi Utara, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung, Rabu (29/10/2025).

Bagi Eko dan ribuan petani lainnya, penurunan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar 20 persen bukan sekadar angka. Kebijakan ini menghadirkan harapan baru di tengah tantangan biaya produksi yang selama ini menjadi beban utama petani.

Penurunan harga pupuk bersubsidi ini menjadi langkah bersejarah karena untuk pertama kalinya pemerintah menurunkan HET pupuk hingga 20 persen. Kebijakan tersebut mencakup seluruh jenis pupuk utama yang digunakan petani, antara lain:

- Urea: dari Rp2.250 menjadi Rp1.800 per kilogram
- NPK: dari Rp2.300 menjadi Rp1.840 per kilogram
- NPK Kakao: dari Rp3.300 menjadi Rp2.640 per kilogram
- ZA (khusus tebu): dari Rp1.700 menjadi Rp1.360 per kilogram
- Pupuk organik: dari Rp800 menjadi Rp640 per kilogram

Kebangkitan Industri Pupuk Indonesia: Petani Happy, Swasembada Pangan Tercapai

Kebijakan ini ditetapkan melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1117/Kpts./SR.310/M/10/2025 tanggal 22 Oktober 2025 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Pertanian Nomor 800/KPTS./SR.310/M/09/2025 tentang Jenis, Harga Eceran Tertinggi dan Alokasi Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2025 dan berlaku secara nasional. Menariknya, penurunan harga dilakukan tanpa menambah beban subsidi APBN, melainkan melalui efisiensi industri dan perbaikan tata kelola distribusi pupuk nasional.

Penurunan harga pupuk bertepatan dengan satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Kebijakan ini langsung dirasakan oleh lebih dari 155 juta penerima manfaat yang terdiri dari petani dan keluarganya di seluruh Indonesia.

Kegembiraan serupa dirasakan Hendra Zulkarnaen, anggota Kelompok Tani Mukti Ginanjar di Sukabumi, Jawa Barat. Dia mengungkapkan bahwa sebelumnya biaya pupuk untuk satu hektare lahan bisa mencapai lebih dari Rp500 ribu. Dengan kebijakan baru ini, biaya tersebut dapat dihemat hingga Rp100 ribu.

“Bagi petani, penghematan sekecil apa pun sangat berarti. Bisa untuk beli benih atau bayar tenaga kerja. Terima kasih kepada Presiden dan Menteri Pertanian, kebijakan ini benar-benar membantu,” kata Hendra.

Sementara itu, Sumiati dari Gapoktan Karya Utama, Deli Serdang, Sumatera Utara, menegaskan bahwa harga pupuk merupakan faktor kunci dalam produktivitas pertanian. Menurutnya, pupuk yang terjangkau akan meningkatkan semangat petani sekaligus hasil panen.

“Yang terpenting, harga ini benar-benar sampai ke tingkat kios dan petani. Jangan sampai ada permainan di distribusi. Kami petani siap ikut mengawasi,” tegasnya.

Penurunan harga pupuk kali ini tidak berhenti pada tataran kebijakan. Implementasinya langsung dirasakan di lapangan. Distributor pupuk di Lampung Utara memastikan harga baru diterapkan segera setelah keputusan pemerintah diterbitkan.

“Begitu aturan keluar, kami langsung menyesuaikan harga. Petani sangat senang karena manfaatnya langsung terasa,” ungkap Tari, distributor pupuk setempat.

Untuk memastikan kebijakan berjalan efektif, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bersama Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari melakukan inspeksi mendadak ke kios pupuk. Sidak tersebut menjadi bentuk pengawasan langsung agar kebijakan Presiden Prabowo Subianto benar-benar sampai ke petani.

“Ini sidak spontan. Kita tanya langsung ke distributor dan petani, semuanya mengakui harga turun 20 persen. Implementasinya cepat dan nyata,” ujar Qodari.

 

Keberpihakan Presiden dan Peran Strategis Pupuk Indonesia

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa penurunan harga pupuk merupakan perintah langsung Presiden Prabowo Subianto, sebagai wujud keberpihakan negara kepada petani.

“Presiden sayang petani. Ini pertama kali dalam sejarah pertanian Indonesia harga pupuk turun ekstrem hingga 20 persen,” tegasnya.

Kebijakan ini diperkuat oleh peran strategis PT Pupuk Indonesia (Persero) sebagai tulang punggung industri pupuk nasional. Bersama pemerintah, Pupuk Indonesia menjalankan langkah struktural melalui revitalisasi industri, pemangkasan rantai distribusi, serta penguatan pengawasan agar pupuk tersedia tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat harga tanpa menambah beban APBN.

Selain itu, pemerintah tengah membangun tujuh pabrik pupuk baru, dengan lima di antaranya ditargetkan beroperasi sebelum 2029. Langkah ini menjadi fondasi penting untuk menjaga ketersediaan pupuk nasional dan memperkuat ketahanan pangan jangka panjang.

Kementerian Pertanian bersama Pupuk Indonesia juga bergerak cepat mengeksekusi perintah tersebut melalui pembenahan menyeluruh tata kelola pupuk bersubsidi. Distribusi disederhanakan, alur diperpendek langsung dari pabrik ke petani, dan pengawasan diperketat dari hulu hingga hilir.

“Pupuk adalah darah pertanian. Tanpa pupuk, produksi pangan tidak mungkin berjalan optimal. Revitalisasi ini adalah langkah cepat pemerintah untuk menolong petani dan memastikan tidak ada lagi kelangkaan pupuk di lapangan,” tambahnya.

Momentum Reformasi Pertanian Nasional

Penurunan harga pupuk menandai momentum penting reformasi tata kelola pertanian Indonesia. Selama bertahun-tahun, mahalnya pupuk menjadi salah satu penyebab tingginya biaya produksi dan rendahnya margin petani. Kini, melalui sinergi kebijakan pemerintah dan transformasi industri pupuk, perubahan nyata mulai dirasakan.

Namun, keberhasilan ini harus terus dijaga. Konsistensi distribusi, transparansi, serta kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan Pupuk Indonesia menjadi kunci agar manfaat kebijakan dirasakan merata di seluruh Indonesia.

Ketika pupuk semakin terjangkau, produktivitas pertanian meningkat, kesejahteraan petani membaik, dan ketahanan pangan nasional semakin kokoh sehingga swasembada pangan tercapai.

Kebangkitan Industri Pupuk Indonesia: Petani Happy, Swasembada Pangan Tercapai
 

Revolusi Pupuk Nasional

Langkah bersejarah ini menandai dimulainya Revolusi Pupuk Nasional, sebuah gerakan besar di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman untuk merevitalisasi industri pupuk dari hulu ke hilir agar lebih efisien, bersih, dan berpihak pada petani.

Penurunan harga pupuk ini bukan kebijakan instan, melainkan hasil dari pembenahan menyeluruh tata kelola pupuk nasional yang selama puluhan tahun dibebani birokrasi panjang, inefisiensi, serta praktik-praktik menyimpang dalam distribusi.

Pemangkasan rantai birokrasi tersebut berdampak langsung pada ketersediaan pupuk di lapangan. Sistem baru memungkinkan distribusi pupuk berjalan lebih cepat, tepat sasaran, dan terkontrol.

“Dulu pupuk langka di mana-mana. Sekarang ketersediaannya meningkat hampir dua kali lipat, mencapai 9,55 juta ton,” ungkap Mentan Amran.

Reformasi ini sekaligus menjadi fondasi kuat untuk memastikan pupuk tersedia tepat waktu saat musim tanam, sehingga petani tidak lagi terjebak pada kelangkaan yang kerap berulang dari tahun ke tahun.

Selain pembenahan sistem, pemerintah juga melakukan penegakan hukum secara tegas untuk memutus rantai mafia pupuk. Kementerian Pertanian menemukan 27 perusahaan yang terlibat dalam praktik peredaran pupuk palsu. Dari jumlah tersebut, lima perusahaan diketahui menjual pupuk palsu sepenuhnya, sementara sisanya hanya memiliki kandungan sekitar 70 persen dari standar.

Seluruh temuan tersebut telah diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Tak hanya itu, pemerintah juga mencabut 2.039 izin kios dan pengecer yang terbukti menjual pupuk di atas harga eceran tertinggi (HET).

Penurunan harga pupuk dicapai melalui reformasi sistem subsidi dan efisiensi industri pupuk nasional. Jika sebelumnya subsidi diberikan di hilir, kini mekanisme dialihkan ke bahan baku, sehingga distribusi menjadi lebih efisien dan mampu menghemat anggaran hingga Rp10 triliun.

Sejalan dengan arahan Presiden Prabowo, PT Pupuk Indonesia juga melakukan modernisasi industri dengan pembangunan pabrik-pabrik baru yang jauh lebih efisien energi.

“Pabrik pupuk baru menggunakan gas hanya 22 hingga 23 persen, jauh lebih hemat dibanding pabrik lama yang mencapai 43 persen. Dampaknya langsung dirasakan petani, harga pupuk turun 20 persen dan APBN tetap efisien,” ujar Mentan Amran.

Revolusi pupuk nasional ini menjadi lebih dari sekadar kebijakan harga. Ia adalah fondasi penting menuju pertanian yang berdaulat, berkelanjutan, dan berpihak pada petani.

Aturan Baru soal Pupuk di Indonesia

Sementara itu, Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) menilai kebijakan pupuk yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 113 Tahun 2025 berada di jalur yang tepat dan menjadi bukti nyata transformasi tata kelola pupuk nasional yang semakin efektif dan berpihak kepada petani.

Ketua Umum KTNA Yadi Sofyan menyampaikan bahwa revisi atas Perpres Nomor 6 Tahun 2025 tersebut membawa dampak signifikan, khususnya dalam peningkatan produksi dan kelancaran distribusi pupuk bersubsidi di seluruh daerah.

“Dengan Perpres Nomor 113 Tahun 2025 ini, kita bicara transformasi. Dampaknya terasa nyata. Produksi pupuk meningkat dari sekitar 30,5 juta ton menjadi 34,77 juta ton, dan dari sekitar 30 kantor perwakilan KTNA di daerah, hampir tidak ada keluhan soal distribusi pupuk bersubsidi,” ujar Yadi di Jakarta, Senin.

Menurut Yadi, kondisi pupuk di lapangan saat ini jauh lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jika pun masih ditemukan dinamika, umumnya berkaitan dengan petani yang belum terdaftar dalam e-RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) elektronik, bukan karena kelangkaan atau distribusi yang tersendat.

KTNA juga mengapresiasi langkah pemerintah dalam menyederhanakan administrasi penebusan pupuk. Kini, petani cukup menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk menebus pupuk bersubsidi, sebuah terobosan yang dinilai sangat membantu petani kecil.

“Ini memudahkan petani, terutama di desa. Tidak ribet, tidak berbelit. Perpres 113/2025 pada prinsipnya menyempurnakan Perpres sebelumnya, termasuk perubahan skema subsidi ke arah market to market yang lebih sehat,” jelas Yadi.

Meski demikian, KTNA menegaskan bahwa keberhasilan kebijakan ini harus terus dikawal secara kolaboratif agar manfaatnya semakin optimal. Untuk itu, KTNA menyampaikan tiga pilar rekomendasi strategis dalam mendukung implementasi Perpres 113/2025.

Pertama, penyempurnaan data dan digitalisasi dengan melibatkan kelompok tani dalam proses verifikasi dan validasi penerima pupuk di tingkat desa. KTNA juga menekankan pentingnya tetap menyediakan jalur manual bagi petani yang memiliki keterbatasan akses teknologi.

Kedua, peningkatan sosialisasi dan edukasi. Pemerintah bersama PT Pupuk Indonesia diharapkan aktif turun ke lapangan untuk menjelaskan perubahan kebijakan pupuk, terutama terkait skema subsidi dan jenis pupuk yang berhak diterima petani.

Ketiga, penguatan pengawasan partisipatif, dengan memberikan mandat resmi kepada kelompok tani untuk ikut mengawal penyaluran pupuk bersubsidi, sekaligus memperkuat sanksi tegas bagi pelaku penyelewengan.

“Petani siap ikut mengawasi. Kalau tata kelola kuat dan transparan, pupuk sampai ke tangan yang berhak, produksi naik, dan kesejahteraan petani ikut meningkat,” tegas Yadi.

Kebangkitan Industri Pupuk Indonesia: Petani Happy, Swasembada Pangan Tercapai
 

Pupuk Indonesia Bangun Pabrik NPK Nitrat, Simbol Kejayaan Pertanian Indonesia

Di sisi lain, PT Pupuk Indonesia (Persero) resmi memulai pembangunan pabrik NPK Nitrat pertama di Indonesia berkapasitas 100 ribu ton per tahun di Kawasan Industri Kujang Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Proyek strategis ini menjadi tonggak penting transformasi industri pupuk nasional sekaligus langkah nyata mengurangi ketergantungan impor.

Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menegaskan bahwa pembangunan pabrik ini bukan sekadar ekspansi bisnis, melainkan fondasi sejarah baru bagi pertanian Indonesia.

“Ini adalah tonggak penting. Apa yang kita bangun hari ini akan menjadi landasan sejarah baru pembangunan industri pupuk dan pertanian nasional secara keseluruhan,” ujar Rahmad saat peletakan batu pertama, Selasa (23/12/2025).

Selama ini, kebutuhan NPK Nitrat nasional masih sangat bergantung pada impor dengan volume mencapai sekitar 450 ribu ton per tahun. Kehadiran pabrik NPK Nitrat di Pupuk Kujang diharapkan menjadi langkah awal substitusi impor secara bertahap, sekaligus memperkuat ketahanan pasokan pupuk strategis di dalam negeri.

Dengan nilai investasi hampir Rp600 miliar, proyek ini ditargetkan rampung dalam waktu 21 bulan dan mulai beroperasi pada pertengahan 2027. Rahmad menekankan pentingnya disiplin terhadap lini masa pembangunan agar manfaat ekonomi dan strategis dapat segera dirasakan.

“Kami ingin proyek ini berjalan tepat waktu. Karena selain menekan impor, pabrik ini akan menciptakan nilai tambah besar bagi perusahaan dan negara,” tegasnya.

Secara ekonomi, pabrik NPK Nitrat ini diproyeksikan mampu memberikan tambahan pendapatan hingga Rp1,5 triliun per tahun bagi Pupuk Kujang, dengan asumsi harga NPK Nitrat berada di kisaran Rp13–15 juta per ton. Angka ini mencerminkan potensi besar hilirisasi industri pupuk yang selama ini dinikmati produk impor.

Kebangkitan Industri Pupuk Indonesia: Petani Happy, Swasembada Pangan Tercapai

Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono menegaskan bahwa pembangunan pabrik ini bukan sekadar proyek industri, melainkan simbol transformasi besar sektor pertanian Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto.

“Kita mengganti pabrik yang sudah tua karena sudah tidak efisien. Harapannya produktivitas meningkat, ongkos produksi bisa ditekan, dan yang paling penting, kita mulai mensubstitusi impor pupuk,” ujar Sudaryono.

Sudaryono yang akrab disapa Mas Dar menjelaskan, pembangunan pabrik NPK Nitrat ini merupakan bagian dari rencana pembangunan tujuh pabrik pupuk baru hingga 2029, sejalan dengan visi Presiden Prabowo yang menempatkan pangan dan pertanian sebagai program prioritas nasional.

“Ini bagian dari tujuh pabrik yang akan kita bangun sampai 2029. Visi Presiden jelas: pangan dan pertanian adalah prioritas. Karena itu, ketersediaan pupuk harus selaras dengan kebutuhan program nasional,” tegasnya.

Selain menambah kapasitas produksi, pemerintah juga terus melakukan pembenahan tata kelola pupuk secara menyeluruh. Mulai dari penyederhanaan distribusi, penguatan pengawasan, hingga kebijakan penurunan harga pupuk subsidi sebesar 20 persen, yang telah diputuskan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.

“Prestasi Pupuk Indonesia sejauh ini sangat baik. Pupuk tersedia, distribusi disederhanakan agar petani tidak kesulitan, dan harga pupuk subsidi turun 20 persen. Ke depan, dengan pabrik baru dan teknologi yang lebih efisien, manfaatnya akan semakin besar,” ungkap Sudaryono.

(Dani Jumadil Akhir)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya