Padahal, harga listrik yang dihasilkan oleh PLTU Bukit Asam jauh lebih murah, sekitar Rp250-300 per kWh, dibandingkan harga listrik dari PLTU Sumsel 5 yang sekitar Rp780 per kWh. Namun, menurut Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka, pencapaian target program 35.000 MW diperlukan untuk mendongkrak rasio elektrifikasi nasional.
Dia merinci, kapasitas pembangkit sebesar 19.763 MW pada 2019 sebagian besar berpusat di Pulau Jawa. Apabila pada 2019 capaian targetnya hanya sebesar 19.763 MW, maka rasio elektrifikasi yang tercapai hanya 93%. Namun apabila target tercapai 35.000 MW, maka rasio elektrifikasi bisa mencapai 98%. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menambahkan, jika target 35.000 MW dipangkas atau tidak sesuai pada 2019 maka tidak menutup kemungkinan di luar Pulau Jawa seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau terpencil lain akan mengalami krisis listrik.
Sementara, Ketua Harian Asosiasi Produsen Listrik Seluruh Indonesia Arthur Simatupang mengkritisi berubah-ubahnya target dalam RUEN dan Rencana Penyediaan Tenaga Listrik. Hal itu, menunjukkan tidak ada kepastian dari sisi perencanaan bagi para investor. Perubahan target dinilainya akan berpengaruh terhadap penanaman investasi di Indonesia.
“Ternyata bisa berubah-ubah, artinya tidak ada kepastian dari sisi perencanaan bagi para investor yang berminat. Tentu hal ini akan berpengaruh terhadap investasi di Indonesia,” pungkasnya.
(Raisa Adila)