Dia menjabarkan, saat ini BPP nasional sebesar USD7,5 sen per kWh. Dengan asumsi kurs Rp13.300 per dolar AS, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) yang akan dibangun di Papua dengan BPP wilayah mencapai USD13,67 sen per kWh listriknya akan dihargai USD11,61 sen per kWh.
Sementara jika dibangun di Jakarta dengan BPP USD5,37 sen per kWh, maka harga listriknya sesuai BPP di Jakarta. Hal itu berlaku untuk seluruh pembangkit berbasis energi baru terbarukan, kecuali pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Khusus untuk kedua jenis pembangkit tersebut, harga listrik maksimal setara dengan BPP PLN di wilayah pembangkit dibangun karena kedua jenis pembangkit memiliki risiko yang tidak dimiliki pembangkit energi baru terbarukan jenis lainnya.
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Rinaldy Dalimi dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa aturan baru tersebut ditujukan agar tarif listrik berbasis EBT menjadi lebih kompetitif. Dengan harga yang kompetitif, PLN pun wajib membeli listrik yang dihasilkan. ”Selama ini pengembangan EBT terhambat karena harga lebih tinggi dari BPP tadi. Dengan formula baru ini PLN wajib membeli seluruh listrik yang dihasilkan dari energi baru dan terbarukan,” kilahnya.
(Rizkie Fauzian)