JAKARTA– Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) meminta produsen keramik nasional meningkatkan daya saing guna menghadapi serbuan impor produk keramik mulai tahun 2018, sebagai dampak dari penerapan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Ketua Umum Asaki Elisa Sinaga mengatakan, produk keramik impor asal China terus masuk ke Indonesia meskipun sudah dikenakan bea masuk sebesar 20%. Pada 2018, bea masuk untuk produk keramik akan menjadi 0% sesuai kesepakatan ACFTA.
“Ini merupakan peringatan kepada semua pihak, produsen di dalam negeri untuk lebih efisien, membenahi diri supaya bisa bersaing karena tahun 2018 waktunya tidak lama lagi,” ujar Elisa di sela-sela pemeran KERAMIKA ke-6 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta.
Elisa mengatakan, impor produk keramik ke Indonesia terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 27% setiap tahun. Kondisi ini diakuinya membuat produsen dalam negeri merasa terganggu dengan penetrasi produk keramik impor, terutama berasal dari China. Apalagi permintaan keramik di dalam negeri sedang mengalami penurunan.
Dia menyebutkan, produk keramik impor kebanyakan memiliki jenis homogenous atau granite tile yang impornya mencapai dua kali dari total produksi homogenous tile dalam negeri. Namun, untuk keramik tile biasa, kata Elisa, produsen dalam negeri relatif masih menguasai pangsa pasar dalam negeri.
Dia pun berharap pemerintah bisa menerapkan standar kualitas ketat terhadap produk impor sehingga tidak merugikan konsumen. Dia menambahkan, sejumlah produsen keramik dalam negeri juga sudah memanfaatkan teknologi mesin cetak digital yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Namun, dia juga mengeluhkan berbagai hambatan yang menggerus daya saing industri nasional, seperti ongkos logistik serta harga gas mahal.
“Biaya dari China ke Medan itu cuma USD350-USD400 per kontainer. Sedangkan di Indonesia dari Jawa ke Medan saja kena USD700-800 per kontainer. Belum lagi harga gas yang tinggi. Tapi kita menyadari infrastruktur gas kita belum sebaik di China, maka sedang didorong. Kita tidak mengharapkan harga sama yang penting kompetitif,” katanya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengakui industri keramik nasional mengalami penurunan. Kapasitas produksi keramik nasional yang mencakup ubin, tableware, sanitary, dan genteng (rooftile) mencapai 580 juta meter persegi. Sementara utilitasnya hanya 65% atau sekitar 375 juta meter persegi setiap tahun.
Namun, Menperin melihat industri keramik nasional masih bisa tumbuh mengingat permintaan keramik per kapita Indonesia baru 200 meter persegi atau masih lebih rendah daripada permintaan rata-rata di ASEAN yang mencapai 300 meter persegi.
“Apalagi dengan ada proyek infrastruktur, baik kawasan industri maupun perumahan ini bisa menjadi penggerak bagi industri ini,” kata dia.
Pemerintah, lanjut Menperin, berupaya mendorong daya saing industri lebih baik lagi, termasuk upaya memperbaiki kondisi logistik nasional dan penurunan harga gas untuk industri tertentu termasuk keramik. Dia menilai gas yang kompetitif penting bagi industri keramik mengingat industri membutuhkan banyak gas.
Di sela-sela acara tersebut, Asaki juga menandatangani memorandum of understanding (MoU) dengan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) untuk memastikan alokasi gas yang cukup untuk industri keramik. Asaki bekerja sama dengan Reed Panorama Exhibitions (RPE) juga menggelar KERAMIKA 2017 yang digelar empat hari, mulai 16-19 Maret 2017. Pameran yang bertujuan mempromosikan industri keramik dalam negeri, termasuk ke pasar global.
Follow Berita Okezone di Google News
(rzk)