PEKANBARU - Pelaku bisnis di Provinsi Riau bakal menempuh opsi impor bahan baku untuk mencukupi pasokan bahan untuk pabrik kertas dan bubur kertas (pulp) hingga 9,5 juta meter kubik per tahun guna mengantisipasi kekurangan bahan baku.
“Kekurangan bahan baku itu akibat berkurangnya area tanaman pokok setelah penerapan regulasi baru tentang perlindungan gambut,” kata Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Komisariat Daerah Riau Muller Tampubolon di Pekanbaru.
Karena pabrik harus tetap beroperasi, mereka sudah ancang-ancang impor bahan baku. Sebelumnya pada Februari 2017, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengeluarkan empat peraturan sebagai petunjuk teknis dari Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut.
Dalam regulasi turunannya yakni Peraturan Menteri LHK No. 17/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman industri (HTI), kementerian menjanjikan lahan pengganti (land swap) yang hingga kini terus dinantikan realisasinya oleh pelaku industri.
Pasalnya, perusahaan selaku pemegang izin HTI diminta merevisi rencana kerja usaha (RKU) paling lambat 5 Mei 2017. Namun, kepastian lokasi land swap belum ada.
Menurut dia, penerapan regulasi gambut tersebut mengakibatkan 76% atau area seluas 398.216 hektare dari total 526.070 hektare hutan tanaman industri akan berubah menjadi fungsi lindung. Artinya, dari luas tersebut membuat industri kekurangan bahan baku sekira 9,5 juta meter kubik per tahun.