JAKARTA – Daya beli masyarakat yang lemah menekan kinerja dunia usaha. Sejumlah pelaku usaha menyatakan kinerja bisnis tahun ini lebih lemah dibanding tahun lalu. Mereka berharap peran pemerintah mendorong kenaikan daya beli masyarakat.
Pertumbuhan sektor ritel modern pada paruh pertama tahun ini kurang menggembirakan. Setelah kuartal I-2017 kinerjanya under performance lantaran pertumbuhannya minus 12-15%, pada kuartal II yang semestinya menjadi tumpuan karena adanya momen bulan puasa dan Lebaran, kinerjanya juga meleset dari harapan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey meng ungkapkan, pada April 2017 pertumbuhan ritel berkisar pada angka 4,1%-4,2%, lalu menurun ke level 3,5%-3,6% pada Mei.
Selanjutnya pekan pertama dan kedua Juni yang merupakan bulan puasa, sektor ritel juga menurun drastis. Sektor ritel dimaksud mencakup minimarket, super market, hipermarket, department store, dan wholesale atau kulakan.
“Minggu pertama dan kedua Juni rata-rata pertumbuhan minimarket minus 1-1,5%, sedang kan supermarket dan hiper market minus 11-12%,” ujarnya kemarin.
Roy menyebut beberapa hal yang menyebabkan penurunan tersebut, di antaranya masyarakat sekarang sudah lebih smart, sehingga lebih paham kapan harus belanja dan kapan harus menahan atau menunda pembelanjaan. Saat ini yang terjadi masyarakat cenderung menahan pem belanjaan. Sejalan dengan itu, pola belanja masyarakat juga sudah berubah.