JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan disetujui untuk menjadi undang-undang (UU). Hal ini menjadi persetujuan dalam sidang paripurna ke-33 masa persidangan V untuk tahun sidang 2016-2017.
Dalam laporannya, Ketua Komisi XI Melcias Mekang mengatakan, setelah melakukan sejumlah rapat antara Komisi XI dengan pemerintah dan stakeholder, Komisi XI memberikan laporan bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2017 bisa dilanjutkan pembahasannya ke tingkat II atau dalam sidang paripurna.
Baca juga: Data Wajib Pajak Bisa Diintip, Gubernur BI: Awal Reformasi Fiskal yang Maju!
Dari penyampaian pandangan terakhir fraksi-fraksi di Komisi XI, Partai PDIP, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PKB, PKS, PPP, dan Partai Nasdem menyetujui bahwa Perppu Nomor 1 Tahun 2017 bisa dilanjutkan pembahasannya ke tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI.
"Komisi XI pun menyetujui jika akses informasi perpajakan bisa dibuatkan menjadi undang-undang (UU). Bisa dilanjutkan pembahasannya ke tingkat II dalam sidang paripurna," ujarnya di Ruang Sidang Paripurna DPR, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Baca juga: Perppu Keterbukaan Pajak Dibawa ke Rapat Paripurna DPR, Ini Sederet PR Sri Mulyani
Menyikapi hasil laporan Badan Anggaran DPR tersebut, Ketua Sidang Paripurna Agus Hermanto mengatakan, apakah bisa diambil persetujuan terhadap RUU tentang Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi undang-undang pada hari ini.
"Setuju," seru para anggota sidang.
Dalam rapat sebelumnya di Komisi XI, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyambut positif bahwa DPR memahami pentingnya Perppu ini mengenai peraturan pertukaran informasi dalam rangka keperluan perpajakan baik untuk komitmen internasional maupun di dalam negeri.
"Kita tentu sangat menyambut gembira bahwa DPR menyetujui ini. Saya rasa pandangan di fraksi di depan tentu sangat menggembirakan bahwa mereka sangat mengerti pentingnya bagi DJP untuk dapatkan informasi tidak hanya untuk kepentingan pertukaran namun juga meningkatkan penerimaan pajak," tuturnya.
Namun demikian, lanjut mantan Direktur Bank Dunia ini, persetujuan dewan juga memberikan catatan-catatan yang tentu pemerintah dan Direktorat Jenderal Pajak mesti dalami secara serius dan melihat apa-apa yang bisa ditampung sehingga peraturan perundang-undangan ini menjadi lebih sempurna.
"Saat ini persetujuan dewan hanya menerima dan menolak dan tentu penerimaan dari fraksi ini sekaligus menggambarkan harapan kepada dewan untuk juga mendengar catatan tadi," ujarnya.
Baca juga: Perppu Keterbukaan Informasi Disahkan, Catatan Ini Harus Diperhatikan
Guna mendalami catatan yang disampaikan oleh Komisi XI, Sri Mulyani mengatakan pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap kesiapan Indonesia dalam menjalankan keterbukaan informasi perpajakan (AEOI). Artinya akan ada evaluasi mengenai peraturan perundang-undangan terkait keamanan data, kepercayaan, dan protokol mengenai siapa yang boleh mengakses dan terutama dalam meyakinkan mereka yang miliki akses itu memiliki integritas dalam mengelola data untuk kepentingan perpajakan data saja.
Selain itu, pembenahan sisi IT juga harus dilakukan supaya sesuai standar safety yang ditetapkan OECD.
"Jadi mulai dari perangkat keras, lunak, sampai kepada aturan SOP, bisnis, proses, maupun siapa-siapa yang memiliki akses. Nanti akan terus disempurnakan dari PMK internal kita," tuturnya.
Kemudian, sosialisasi dalam rangka menerapkan keterbukaan informasi perpajakan secara detail harus dilakukan kepada para petugas pajak. Tujuannya supaya tidak menggunakan Perppu ini secara salah. Hal ini berkaitan dengan kepercayaan masyarakat kepada DJP nantinya.
"Oleh karena itu, sosialisasi internal menjadi sangat penting yang sama jadi disampaikan sosialisasi eksternal bisa dilakukan," tandasnya.
(Rizkie Fauzian)