Sebagai pewaris Djarum, mereka berdua terus mengembangkan bisnisnya dan akhirnya melakukan diversifikasi. Krisis keuangan yang terjadi di periode 1997-1998, nampaknya menjadi pintu kesuksesan bagi mereka.
Mereka memutuskan untuk mengambil BCA, yang awalnya didirikan oleh Liem Sudono Salim dan dikembangkan oleh Mochtar Riady. Penjualan saham BBCA bermula dari krisis ekonomi 1997, ketika terjadi rush oleh para nasabahnya karena Soedono Salim alias Liem Sioe Liong, pemegang saham mayoritasnya, diisukan meninggal. Rush baru reda setelah Liem muncul di depan umum.
Namun, kerusuhan Mei 1998 membuat nasabah Bank BCA kembali panik sehingga melakukan rush. Akibatnya, Bank BCA membatasi penarikan uang nasabah, lewat kasir Rp5 juta, ATM Silver Rp500 ribu, dan ATM Gold Rp1 Juta. Tidak kuat dengan outflow tersebut, Bank BCA akhirnya pasrah menjadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Kepala BPPN saat itu, Glenn MS Yusuf, menyatakan Grup Salim menerima kewajiban untuk membayar Rp35 triliun. Dengan kesepakatan ini, saham dari Grup Salim dalam Bank BCA dialihkan ke BPPN beserta uang tunai dan propertinya.
Baca Juga: Cuma Gara-Gara Ini, Kekayaan Hartono Bersaudara Meroket Jadi Rp436,05 Triliun