Berdasarkan data, panasnya suhu politik pada pelaksanaan pemilu pada tahun 2014 terbukti tak menyurutkan optimisme pelaku pasar modal berinvestasi. Sebaliknya IHSG malah mengalami rally panjang sebelum hingga setelah Pemilu.
Hal ini dibuktikan dengan pergerakan IHSG yang mengalami kenaikan 21,15% yaitu dari 4.274,177 pada akhir 2013 menjadi 5.178,373 pada 29 Desember 2014. Pertumbuhan IHSG tadi bahkan membawa BEI menjadi bursa dengan capaian return tertinggi keempat dunia dibandingkan dengan bursa-bursa utama di kawasan regional dan dunia.
Kondisi serupa terjadi pada pemilu 2009 ketika IHSG di akhir tahun malah melesat hingga 76,32% atau ditutup pada level 2.534,35 dari posisi penutupan tahun 2008 di level 1.355,40. Sementara pada Pemilu tahun 2004, IHSG pada tutup tahun tercatat naik hingga 44,56% dari posisi penutupan pasar di akhir 2003 di level 704,49 menjadi 1.000,23 di penghujung 2004.
Nah berkaca pada capaian tadi, kontestasi politik yang menjadi siklus lima tahunan seharusnya bukan menjadi penghalang pemodal untuk berinvestasi. Sebaliknya berpotensi menciptakan peluang bagi pertumbuhan investasi.
Meski begitu, khusus untuk tahun 2018 nanti Dirut BEI mengingatkan adanya potensi risiko likuiditas yang mengancam terkait biaya pilkada serentak pada 171 daerah yang ditaksir mencapai Rp45 triliun, apalagi momentumnya bersamaan dengan pembayaran pajak sehingga berpotensi terjadi penarikan dana besar di perbankan.
“Mungkin yang harus diantisipasi, ditariknya dana dari perbankan.” imbuhnya. Namun faktor ini menurutnya bukan sesuatu yang ditakutkan karena dampaknya tidak terlalu signifikan bagi pasar, apalagi Pilkada serentak juga sudah beberapa kali digelar. (Tim BEI)
(Rizkie Fauzian)