JAKARTA - Operasi pasar masih jadi jurus andalan pemerintah untuk menekan harga-harga pangan. Dari sekian banyak komoditas, baru dua yang kini dilakukan operasi pasar: beras dan telur.
Operasi pasar dilakukan serentak di sejumlah kota-kota besar di Indonesia. Pemerintah yakin operasi pasar bakal membuat harga-harga pangan kembali stabil. Selain untuk menjaga daya beli masyarakat, operasi pasar diyakini bisa menjinakkan inflasi. Operasi pasar beras digelar sejak Oktober dan kian intensif menjelang Natal dan tahun baru 2018.
Karena harga tidak kunjung turun, titik operasi pasar diperluas. Semula hanya 1.100 titik, Januari 2018 menjadi 1.800 titik, sesuai rekomendasi Kementerian Perdagangan. Untuk operasi pasar, Bulog menggunakan cadangan beras medium milik pemerintah (CBP) yang ada saat ini 260.000 ton.
Baca juga: Kemendag Impor Beras Thailand Akibat Harga yang Terus Naik
Beras operasi pasar dijual Rp8.100 per kg, di bawah harga eceran tertinggi beras medium di wilayah produsen sebesar Rp9.450 per kg. Namun, dengan operasi pasar tak berarti masalah langsung selesai. Ibarat memadamkan kebakaran, apinya bisa saja mati, tetapi akar sumber api tidak tersentuh.
Secara teori, tambahan pasokan beras ke pasar lewat operasi pasar akan membuat harga stabil, bahkan menurun. Pasokan dan permintaan yang seimbang akan membuat harga stabil. Tetapi teori itu tidak selalu berlaku.
Pertama, keseimbangan supplydemand mensyaratkan ke-lancaran distribusi. Sumbatan distribusi membuat harga melentik tinggi.
Kedua, distribusi akan lancar apabila pemerintah memiliki informasi memadai tentang harga, pergerakan barang, dan gudang.
Baca juga: Harga Beras Terus Naik, Pedagang Minta Pertimbangkan Buka Keran Impor
Ketiga, supply-demand yang seimbang tak berarti apa-apa bila struktur pasar tak sehat dan ada posisi dominan.
Sejarah perberasan puluhan tahun di negeri ini mengajarkan, operasi pasar beras adalah instrumen jangka pendek. Tujuannya memengaruhi harga, tapi efektivitas dalam memengaruhi harga beras tergantung pada banyak hal: stok pedagang; stok pemerintah; volume, jenis dan harga beras yang digerojok di pasar; dan psikologi publik.
Dengan satu jenis beras, yakni medium, mustahil operasi pasar bisa meredam harga seluruh jenis beras di pasar. Apalagi bila beras operasi pasar Bulog berasal dari stok lama. Di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, ada 17 jenis beras, sedangkan di kota lain ada 3-5 jenis beras.
Baca juga: Harga Beras Terus Naik, Pedagang Pasar Induk Tuding Mentan Bohongi Publik
Zaman Presiden Soeharto, operasi pasar menuai kritik. Karena itu, sejak 1998 operasi pasar beras ditinggalkan lalu diganti pendekatan subsidi terarah lewat beras untuk rakyat miskin (raskin), yang kemudian diubah jadi beras untuk keluarga prasejahtera sejahtera (rastra).
Namun, sejak Presiden SBY dan Jokowi beleid operasi pasar kembali dipakai sebagai instrumen stabilisasi harga. Pemerintah sepertinya lupa operasi pasar beras tidak adil karena bukan cuma rakyat miskin yang merasakan manfaat, tapi kelompok kaya dan pedagang/ pengecer juga bisa menikmatinya.
Sebagai pemain, keterlibatan kelompok terakhir ini membuat operasi pasar tak efektif. Operasi pasar beras akan efektif kalau volume beras yang digerejok ke pasar tidak terbatas jumlahnya dan siapa pun boleh membelinya, baik konsumen, pedagang, maupun pengecer.