Sementara itu, pakar energi dari Universitas Tri Sakti sekaligus Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, perubahan formula harga premium harus mempunyai tujuan jelas. Pasalnya, selama ini ada elemen harga komoditas sebenarnya yang selalu terkait dengan subsidi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Tak hanya itu, elemen formula harga BBM premium juga tak lepas dari insentif dan margin untuk pelaku usaha agar menjamin kelangsungan pasokan. Pihaknya berharap pemerintah membuat formula harga BBM premium sejalan dengan realitas pergerakan harga minyak dunia. Pemerintah juga harus menerapkan mekanisme evaluasi dan penyesuaian harga BBM secara berkala.
”Jadi, jangan sampai hanya sekadar perubahan, tapi esensi tujuannya tidak signifikan dan membawa implikasi tidak kondusif, misalnya di insentif terhadap Pertamina dalam penyaluran dan pendistribusian energi,” ujar dia.
(Nanang Wijayanto)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)