JAKARTA – Revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) harus simpel dan proinvestasi sehingga investor tertarik mencari migas di Indonesia.
Ini penting untuk mendongkrak lifting migas. ”Jangan sampai menyulitkan investor sehingga dia tertarik mencari migas di Indonesia,” kata anggota Komisi VII DPR Kurtubi kepada KORAN SINDO kemarin. Menurut dia, draf revisi UU Migas yang merupakan tupoksi Komisi VII DPR sudah selesai dibahas menjadi RUU Migas yang baru.
Menurut dia, inti revisi UU Migas ialah tata kelola migas ke depan tidak boleh melanggar konstitusi. ”Untuk itu, supaya tidak melanggar konstitusi, maka yang mengelola harus perusahaan negara atau diserahkan kepada Badan Usaha Khusus (BUK) Migas.
Baca Juga: Daya Saing Investasi Migas Indonesia Peringkat ke-25
Di sini SKK Migas harus bergabung bersama Pertamina,” ujar dia. Kurtubi menandaskan, sejak Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2012, kemudian berganti nama menjadi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tidak memiliki kekuatan hukum karena hanya bersifat sementara.
Sebab itu, untuk menjalankan UU Migas baru, SKK Migas bersama Pertamina harus dilebur dalam satu wadah, yaitu BUK Migas. Tak berhenti di situ, Badan Pengatur Hilir Minyak (BPH Migas) juga harus dilebur menjadi satu bersama Direktorat Jenderal Migas Kementerian Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) supaya sistem menjadi sederhana.
”Ini keputusan Komisi VII DPR sebagai komisi teknis. Jadi RUU Migas nanti seperti itu. BPH Migas tidak boleh muncul lagi di sistem perminyakan nasional sehingga harus dikembalikan ke Ditjen Migas,” tandas Kurtubi.
Namun, draf revisi yang telah diputuskan di Komisi VII DPR tersebut bertentangan dengan Badan Legislasi DPR. Sejumlah fraksi di Baleg justru memasukkan kembali BPH Migas ke dalam pasal-pasal draf revisi UU Migas. ”Bahkan kewenangan BPH Migas diperluas boleh melakukan impor migas.
Saya 100% tidak setuju. BPH Migas harus dibubarkan dan disatukan dengan Ditjen Migas,” kata Kurtubi. Rencananya, revisi UU Migas baru akan dibahas kembali bersama pemerintah setelah masa pemilu. Pihaknya optimistis RUU Migas dapat disahkan tahun ini.
”Karena ini tahun politik kemungkinan setelah bulan April baru dibahas lagi. Mudah-mudahan akhir tahun ini bisa disahkan,” ujar Kurtubi. Hal itu berbeda dengan Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto.