Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Resesi Ekonomi 2020 Diprediksi Paling Parah Dibanding 1998

Rizqa Leony Putri , Jurnalis-Jum'at, 11 Oktober 2019 |16:09 WIB
Resesi Ekonomi 2020 Diprediksi Paling Parah Dibanding 1998
Resesi Ekonomi 2020 Diprediksi Paling Parah (Foto: Okezone.com/Leony)
A
A
A

Sementara itu, kinerja penerimaan negara pada 2019 dinilai mengkhawatirkan. Penyebabnya adalah realisasi yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.

Sepanjang Januari hingga Agustus 2019, penerimaan negara dan hibah baru mencapai 55 persen. Sementara pada periode yang sama tahun lalu sudah mencapai 61 persen.

Direktur Data Indonesia Herry Gunawan menilai, dalam kondisi tersebut, defisit anggaran hingga akhir 2019 kemungkinan mencapai Rp305 triliun. Kondisi ini akan membuka peluang pemerintah untuk terus mencari utang untuk menutup defisit anggaran.

"Utang selalu jadi solusi. Padahal saat ini, risikonya semakin tinggi," ujarnya pada kesempatan yang sama.

Hingga Juli 2019, data Bank Indonesia mengungkapkan bahwa total utang pemerintah mencapai Rp4.603 triliun. Sebanyak 83% atau Rp3.821 triliun di antaranya dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN).

Herry memaparkan, dari sisi kategori kewarganegaraan, pemegang surat utang Indonesia sebagian besar adalah non residen (asing), yaitu sebesar 51,12%. Kondisi ini dinilai berpotensi memberikan dampak terhadap kesinambungan fiskal.

Selain itu, penguasaan SBN yang didominasi asing memungkinkan terjadinya penarikan secara tiba-tiba (sudden reversal) yang sangat besar. Hal itu karena pergerakan di pasar keuangan sangat cepat dan bergerak searah pergerakan imbal hasil dan risiko.

Tak hanya itu, ia menambahkan bahwa sejak 2008 pemerintah memberikan subsidi pajak penghasilan untuk SBN internasional. Pada 2019, APBN mengalokasikan sebesar Rp8,85 triliun. Sedangkan pada 2020, nilai subsidinya Rp9,25 triliun.

"Inilah potensi pendapatan yang dihilangkan," ujarnya

Peraturan bebas PPh surat utang negara tersebut diperbarui pada 2018 dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46PMK 010/2018.

“Ini tragis, karena subsidi energi untuk rakyat dipangkas, sementara subsidi bagi pembeli surat utang pemerintah di pasar internasional terus ditambah alokasi dananya,” tambahnya.(dni)

(Fakhri Rezy)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement