Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Bisa Produksi Sendiri, Kenapa Masih Impor Garam?

Wilda Fajriah , Jurnalis-Minggu, 31 Mei 2020 |17:18 WIB
Bisa Produksi Sendiri, Kenapa Masih Impor Garam?
Garam (okezone)
A
A
A

JAKARTA - Data Kemenko Perekonomian menunjukkan, pada 2018, defisit garam nasional sebesar 1,8 juta ton. Namun, garam impor yang masuk ke Indonesia mencapai 2,7 juta ton.

Akibatnya, terjadi surplus hampir 1 juta ton. Kondisi ini kembali terjadi di tahun berikutnya.

 Baca juga: Lahan Terbatas dan Metode Produksi Jadi Hambatan Dalam Swasembada Garam

Impor garam tahun 2019 menyebabkan pasar kelebihan pasokan sekitar 1,6 juta ton di awal tahun 2020. Hingga saat ini, masih jadi pertanyaan di benak masyarakat, mengapa Indonesia masih impor garam padahal bisa memproduksinya sendiri?

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Kemaritiman dan Investasi Safri Burhanuddin mengatakan, alasan utama yang menyebabkan produksi garam lokal belum juga maksimal adalah diperlukannya cost yang tinggi.

"Kita petakan kembali agar ada keseimbangan distribusi. Garam murah tapi transportasinya mahal," ungkap Safri melalui telekonferensi pada Minggu (31/5/2020).

 Baca juga: 2,2 Juta Ton Garam Impor Sudah Masuk ke Indonesia, Mau Ditambah?

Sedangkan cost yang dikeluarkan untuk produksi garam, lanjut Safri, kita bandingkan dengan cost yang dibutuhkan untuk impor garam jauh berbeda.

"Kita juga perhitungkan cost. Kalau impor masuk ke pelabuhan manapun harganya sama. Tapi kalau produksi garam sendiri kita butuh biaya besar untuk logistik," papar Safri.

Di sisi lain, Indonesia telah mampu mencapai target swasembada garam pada 2019. Sampai saat ini, produksi garam nasional tercatat sebesar 3,5 juta ton, sesuai yang ditargetkan pemerintah.

Namun, seiring bertambahnya industri membuat permintaan garam di dalam negeri ikut melonjak. Diprediksi sampai akhir tahun 2021 tingkat konsumsi garam mencapai 4 hingga 4,5 juta ton.

"Sebenarnya kita sudah swasembada 3,5 juta ton. Tapi industri terus bertambah, untuk itu konsumsi juga bertambah," ujar Safri.

Safri mengatakan, tingginya permintaan garam adalah akibat dari kehadiran industri baru di berbagai daerah yang tak diimbangi dengan jumlah lahan produksi yang tersedia. Kementerian mencatat jumlah lahan produktif yang tersedia hanya mencapai 25.000 hektare.

(Fakhri Rezy)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement