JAKARTA - Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64/PMK.05/2020 telah diterbitkan. Di mana aturan tersebut mengenai Penempatan Dana Pada Bank Peserta atau Bank Jangkar.
PMK ini sebagai tindak lanjut program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Apalagi, Keputusan Bersama Menteri Keuangan (Menkeu) dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (Ketua DK OJK) nomor 265/KMK.010/2020 dan nomor SKB-1/D.01/2020 tentang Koordinasi Pelaksanaan Penempatan Dana dan Pemberian Subsidi Bunga Dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional telah ditandatangani pada 28 Mei 2020.
Namun, apakah bank Jangkar tersebut? Jakarta, Sabtu (13/6/2020), berikut fakta-fakta soal bank jangkar:
Baca juga: Ramai soal Bank Jangkar, Ditetapkan Sri Mulyani dan Disetujui OJK
1. Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Aturan tersebut masuk dalam program PEN yang merupakan persiapan pemulihan dari dampak ekonomi virus Corona. Hal ini berdasarkan keputusan bersama Menteri Keuangan (Menkeu) dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (Ketua DK OJK) nomor 265/KMK.010/2020 dan nomor SKB-1/D.01/2020.
2. Bank Jangkar Akan Diguyur Rp87,5 Triliun
Anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) ditambah menjadi Rp677,2 triliun dari sebelumnya Rp641,7 triliun. Salah satu pos anggaran PEN akan dialokasikan ke perbankan.
Menurut data yang dikutip Okezone, penempatan dana pemerintah di perbankan mencapai Rp87,59 triliun. Pemerintah menempatkan dana di perbankan untuk restrukturisasi kredit UMKM sebesar Rp87,59 triliun tapi angka ini belum dibahas di Kemenko Perekonomian.
3. Syarat menjadi Bank Jangkar
Aturan Bank Jangkar tertuang dalam PMK Nomor 64/PMK.05/2020, menetapkan bahwa bank yang dapat menjadi Bank Peserta dan Bank Pelaksana penempatan harus memenuhi beberapa kriteria.
Baca juga: Bank Jangkar Bakal Diguyur Rp87,5 Triliun, Ini Kriteria dan Syaratnya
Kriteria Bank Peserta antara lain harus mayoritas (minimal 51%) dimiliki oleh warga atau badan hukum Indonesia, dalam keadaan sehat, dan termasuk dalam 15 bank dengan aset terbesar. Bank Peserta ditetapkan bersama oleh Menteri Keuangan dan OJK.
Bank-bank pelaksana yang akan menerima penempatan dana dari Bank Peserta juga harus memiliki beberapa kriteria, antara lain telah melakukan restrukturisasi kredit, bank dengan kategori sangat sehat dan kepemilikan atas SBN, SDBI, dan SBI yang tidak lebih dari 6% dari DPK.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Rahayu Puspasari mengatakan, selain memberikan subsidi bunga untuk mendukung perbankan dan lembaga pembiayaan yang melaksanakan restrukturisasi kredit UMKM dan menyalurkan tambahan kredit modal kerja baru, pemerintah juga akan melakukan penempatan dana di perbankan.
“Bank peserta maupun bank pelaksana merupakan bank yang sehat berdasarkan penilaian OJK,” katanya.
Untuk mengajukan penempatan dana, menurut Karo KLI Kemenkeu, bank pelaksana menyampaikan proposal penempatan dana kepada bank peserta berdasarkan restrukturisasi yang dilakukan, jumlah dana yang dibutuhkan, tenor, kondisi likuiditas dan posisi kepemilikan surat berharga.
“Manajemen dan pemegang saham pengendali memberi jaminan tentang kebenaran/akurasi dari proposal penempatan dana,” urainya.
Bank peserta melakukan penelitian terhadap proposal bank pelaksana, dan dapat menggunakan Special Purpose Vehicle (SPV) untuk melakukan penelitian tersebut, termasuk verifikasi jaminan, administrasi jaminan, penagihan dan collection dalam hal terjadi kredit macet.
Berdasarkan penelitan proposal tersebut apabila disetujui, Karo KLI jelaskan bank peserta mengajukan penempatan dana kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Kemenkeu meminta hasil penelitian OJK mengenai status kesehatan bank pelaksana, jumlah surat berharga yang belum direpokan dan data restrukturisasi bank pelaksana yang telah dilakukan,” tambahnya.
Kemenkeu, sambungnya, menempatkan dana kepada bank peserta berdasarkan hasil penelitian OJK dan proposal dari bank peserta yang memenuhi persyaratan dalam PP 23/2020 Pasal 11 (4).
Selanjutnya, bank peserta atau SPV yang ditunjuk oleh bank peserta melakukan penyaluran dana kepada bank pelaksana sesuai dengan proposal yang disetujui. Bank pelaksana menggunakan dana dari bank peserta untuk menunjang kebutuhan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan pemberian modal kerja.
“LPS menjamin dana pemerintah yang ditempatkan di bank peserta,” terang Rahayu.
Dalam hal bank pelaksana tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo, sambung Karo KLI, BI dapat mendebit rekening giro bank pelaksana untuk pembayaran kembali kepada bank peserta.
“BPKP, OJK dan LPS melakukan pengawasan terhadap bank peserta dan bank pelaksana. Pemerintah pada saat ini sedang menyusun detil program PEN dan peraturan-peraturan teknis terkait sesuai dengan ketentuan PP 23/2020,” pungkasnya.