JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir berniat mengambil alih perusahaan tambang garam di luar negeri. Hal itu karena industri garam Indonesia belum mampu melakukan swasembada garam.
“Kami kembali sebagai korporasi kalau dilihat ada valuable yang menarik untuk perusahaan tambang garam di luar negeri, ya bisa aja kami caplok karena yang namanya garam industri terus impor,” ujar Eric, Jakarta, Kamis (19/11/2020).
Baca Juga: Peluang Besar, Produksi Garam NTT Bisa Kurangi Impor
Dia mengutarakan, kebutuhan konsumsi garam di Tanah Air sudah terpenuhi. Namun, hal itu berbeda dengan garam industri, di mana dia menilai belum ada swasembada.
"Kemarin salah satunya yang dipaparkan ke bapak Presiden bagaimana kita secara garam konsumsi sudah swasembada, tetapi untuk garam industri belum,” katanya.
Karena itu, Erick ingin mengkonsolidasikan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero) atau BGR dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) atau PPI. Kedua perseroan plat merah tersebut diminta fokus pada perdagangan dan distribusi, di mana untuk storage dan distribusi nantinya akan difokuskan di BGR Logistics, sedangkan perdagangan atau trading oleh PPI.
Baca Juga: Bisa Produksi Sendiri, Kenapa Masih Impor Garam?
Sementara persoalan industri garam, Kementerian BUMN juga akan menyerahkan kepada PT Garam (Persero). Perseroan ini juga masuk dalam anggota holding BUMN pangan.
Di holding pangan ini, PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) atau RNI menjadi induk holding. Adapun RNI akan membawakan beberapa BUMN seperti PT Berdikari (Persero), PT Perikanan Nusantara (Persero) (Perinus), Perum Perikanan Indonesia (Perindo), dan PT Pertani (Persero). Selanjutnya PT Sang Hyang Seri (Persero), PT Garam (Persero), PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero), dan PT Bhanda Ghara Reksa (Persero).