JAKARTA - Pemerintah telah memberikan anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Kebijakan tersebut ditempuh guna mengatasi pembengkakan biaya.
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira, jika dirunut mulai dari studi kelayakan, efisiensi hingga subsidi silang yang dilakukan untuk pemerataan ekonomi, justru APBN bantu proyek kereta cepat itu tidak relevan.
"Dengan adanya APBN bantu proyek kereta cepat timbul pertanyaan, dalam masa pemulihan dari pandemi ini perlindungan sosial, infrastruktur kesehatan itu masih menjadi satu prioritas dari APBN. Berikutnya lagi kita lihat dari pembengkakan Rp27 triliun saja kalau dijadikan jalan di luar Jawa untuk mempersingkat waktu untuk logistik misalnya," katanya dalam Market Review IDX Channel, Selasa (19/10/2021).
Baca Juga: Hitung-hitungan Pembagian Saham Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, KAI Dapat Berapa?
Dengan adanya pembengkakan biaya sekian triliun menurut Bhima malah bisa digunakan untuk membangun jalan diluar pulau Jawa, kalau tujuannya adalah untuk logistik, konektivitas dan pemerataan ekonomi. Menurut dia walaupun kereta cepat efisien, seharusnya pemerintah menambah kereta reguler saja.
"Walaupun proyek Jakarta-Bandung yang efisien ya tentunya dengan memperbanyak jalur kereta yang reguler, menambah kapasitasnya, atau kemudian berubah menjadi kereta logistik karena problem pabrik di Jakarta-Bandung mengeluh soal biaya logistiknya relatif mahal, nah itu yang harus disesuaikan," ujarnya.
Baca Juga: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Mulai Angkut Penumpang Akhir 2022, Berikut Progresnya
Bhima mewanti-wanti bahwa proyek kereta cepat akan bernasib sama dengan kereta bandara di Palembang dan Kertajati karena dari segi penggunaan yang dibilang masih ada opsi lain.
"Bisa bernasib sama dengan kereta bandara di Palembang dan Kertajati yang sama-sama di Bandung, suatu pelajarannya memang jadi nanti diharapkan sumber pertumbuhan ekonomi baru," katanya.