JAKARTA - Pandemi Covid-19 memaksa industri perbankan beralih ke serba digital. Transformasi digital perbankan pun terus dilakukan meskipun memerlukan infrastruktur IT nya guna memenuhi kebutuhan konsumen.
Senior Executive Analyst Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Roberto Akyuwen mengungkapkan, ada beberapa tantangan yang harus diperhatikan perbankan dalam melakukan transformasi. Setidaknya ada sembilan tantangan yang dihadapi bank dalam melakukan transformasi digital, mulai dari risiko perlindungan dan pertukaran data pribadi, risiko strategis investasi di bidang IT, hingga risiko serangan siber.
Baca Juga: Siap-Siap! RI Bakal Buat Undang-Undang soal Fintech
“Kemudian kesiapan organisasi, risiko kebocoran data nasabah, penyalahgunaan teknologi, risiko penggunaan pihak ketiga (outsourching), infrastruktur jaringan komunikasi, kemudian ada regulatory framework yang dalam beberapa konteks mungkin dianggap belum sepenuhnya kondusif,” ujarnya, Kamis (11/11/2021).
Guna mengantisipasi risiko-risiko tersebut, regulator telah menerbitkan master plan sektor jasa keuangan Indonesia 2021-2025. Roberto mengatakan, dalam salah satu pilarnya, yakni pilar nomor tiga, yakni akselerasi transformasi digital, OJK bersama dengan Bank Indonesia (BI), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) secara pararel menerbitkan kebijakan-kebijakan high level, mid level, dan technical level.
Baca Juga: Ekonomi Membaik, Kredit Perbankan Naik 2,2% Tembus Rp5.652,8 Triliun
“Selain ada upaya penguatan daya tahan dan daya saing, dan juga pengembangan ekosistemnya, semua dirubah agar lebih efisien, terkoneksi, nasabah bisa mendapatkan apa saja hanya dengan satu-dua pencet, anytime and awnywhere,” katanya.
Dari master plan tersebut, lanjut Roberto, kemudian diturunkan menjadi roadmap. Selanjutnya, ditutup dengan yang lebih teknikal lagi, yakni blueprint atau cetak biru transformasi digital perbankan yang berisikan lima aspek yang perlu diperhatikan seksama dalam rangka transformasi digital perbankan.