JAKARTA - Dua direksi PT Unilever Indonesia Tbk memborong saham berkode UNVR untuk masuk ke portofolio investasi mereka selama Maret 2022.
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), pada 28 Maret 2022, Direktur Utama Unilever Indonesia Ira Noviarti menambah porsi kepemilikan saham sebanyak 870.000 lembar saham.
Selang sehari sebelumnya, Direktur Unilever Indonesia Ainul Yaqin memborong saham UNVR sebanyak 296.000 pada harga Rp 3.380 per saham, sehingga menjadikan total kepemilikan sebanyak 338.200 lembar saham yang ditujukan untuk keperluan investasi.
Baca Juga: Presdir Unilever Borong Saham UNVR Rp3 Miliar
Berdasarkan keterbukaan informasi, baik Ainul Yaqin dan Ira Noviarti mengakuisi saham UNVR dengan tujuan investasi dengan kepemilikan saham langsung.
Dengan demikian total kepemilikan Ira dan Yaqin dapat mencapai lebih dari 1,2 juta lembar saham setelah penambahan porsi kepemilikan.
Dengan diborongnya saham UNVR oleh direksi, apa kata analis?
Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada menilai kinerja dari Unilever Indonesia dilihat dalam beberapa tahun terakhir masih mencatatkan kinerja yang baik.
Baca Juga: Tambah Kepemilikan, Direktur Unilever Beli Saham UNVR Rp1 Miliar
Produk-produk emiten dengan kode saham UNVR ini masih banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena termasuk barang kebutuhan esensial yang dipakai sehari-hari. Sebagai perusahaan besar, saham Unilever masih layak dikoleksi mengingat proyeksi kinerja yang terus meningkat. Maka tak heran jika kemudian ada dua direksi perseroan yang memborong saham UNVR.
"Saya melihat emiten sebesar UNVR, harusnya menjadi emiten yang masih layak beli. Bukan hanya karena harga sahamnya yang memang lagi turun, kita lihat juga dari manajemennya yang memiliki komitmen terhadap kinerja perusahaannya," ucap Reza dalam risetnya, Jakarta, Rabu (30/3/2022).
Menurut Reza, secara fundamental Unilever positif. Banyak inovasi dan terobosan untuk meningkatkan kinerja khususnya ketika dihantam pengurangan tren penurunan mobilitas masyarakat selama pandemi.
"Secara umum, dalam menilai emiten layak dibeli atau enggak dilihat dari kinerja fundamentalnya hingga kualitas manajemen dalam mengelola perusahaannya," ujarnya.