JAKARTA - Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT) menuai beragam penilaian. Di mana ada satu poin yakni skema power wheeling yang dikhawatiran membuat kerugian negara.
Anggota Komisi VII DPR Yulian Gunhar menjelaskan, skema power wheeling akan membuat pembangkit swasta bebas menjual listrik langsung kepada konsumen di mana pun, melalui jaringan transmisi dan distribusi PLN.
“Sedangkan PLN hanya mendapatkan toll fee (biaya angkut) saja,” kata Gunhar, Jumat (13/1/2022).
Baca Juga:Â Rumah Mewah Bu Eny dan Tiko Tak Lagi Gelap, Kini Dapat Listrik Gratis
Untuk itu, dirinya menolak skema power wheeling masuk di dalam RUU EBT. Menurutnya dengan skema ini akan sangat berbau liberalisasi PLN dan hanya akan menguntungkan pembangkit swasta.
Jika skema power wheeling dimasukkan dalam pembahasan RUU EBT, maka akan menimbulkan sejumlah kerugian keuangan negara. Sebab, PLN akan wajib membeli listrik yang diproduksi pembangkit swasta, walau dalam kondisi over supply.
Baca Juga:Â 4 Fakta Tarif Listrik 2023 Tidak Naik, Intip Besarannya
“PLN harus menanggung beban Take or Pay (ToP) jika listrik yang disediakan swasta tidak terserap atau over supply. Di mana setiap tambahan pembangkit sebesar 1 GW akan mengakibatkan tambahan beban ToP rata-rata sebesar Rp2,99 triliun,” ungkap Gunhar.
Gunhar menambahkan, beban terhadap keuangan negara tersebut akan mengurangi kemampuan untuk mengaliri listrik ke berbagai wilayah terpencil yang saat ini belum terjangkau listrik.
“Saat ini yang sangat prioritas dibutuhkan rakyat adalah mengaliri listrik ke daerah terpencil, serta kondisi over supply listrik yang biayanya ditanggung negara, bukan skema power wheeling,” katanya.
Follow Berita Okezone di Google News