JAKARTA - Indonesia berkomitmen mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) menuju Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.
Sementara, pemerintah juga menargetkan produksi minyak 1 juta barel per hari (BOPD) dan gas 12 miliar standar kubik kaki per hari (BSCFD) pada 2030. Untuk mengatasi kedua tantangan tersebut, teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau Carbon Capture Storage (CCS) diyakini menjadi salah satu solusi untuk mencapainya.
Untuk mendukung pengembangan CCS, Kementerian ESDM telah membuat rancangan Peraturan Menteri terkait Penyelenggaraan CCS pada Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Sinergi dan dukungan seluruh pihak dinilai penting untuk mempercepat implementasi teknologi rendah karbon di sektor minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.
"Dengan demikian, sinergi dan dukungan semua pihak menjadi penting," kata Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Kementerian ESDM Mirza Mahendra seperti dilansir Antara, di Jakarta, Senin (6/2/2023).
 BACA JUGA:RI Tawarkan 10 Harta Karun Migas ke Investor Tahun Ini
Kini, rancangan tersebut telah melalui tahap harmonisasi antar kementerian. “Rancangan ini adalah bentuk kesamaan visi kami bersama stakeholders. Sebuah kolaborasi yang baik antara government dengan stakeholder seperti IPA, IATMI, perusahaan-perusahaan migas, serta institusi perguruan tinggi. Peraturan ini merupakan embrio awal kita memasuki babak baru yaitu CCS,” ungkap Mirza.
Mirza menjelaskan saat ini terdapat 16 proyek CCS/CCUS di Indonesia yang masih tahap studi dan persiapan dan sebagian besar ditargetkan beroperasi sebelum 2030.
"Paling signifikan yaitu CCUS di Tangguh BP Berau yang telah mendapatkan persetujuan plan of development. Selain itu, juga ada pilot test huff and puff CO2 injection oleh Pertamina di Lapangan Jatibarang masih skala sumur, namun hasilnya sangat menggembirakan,” ungkapnya.
Â
Follow Berita Okezone di Google News