JAKARTA - Silicon Valley Bank, salah satu bank di Amerika Serikat (AS) mengalami kebangkrutan. Lantas apakah ada dampak bagi Indonesia?
Ekonom BCA David Sumual menilai kemungkinan ada sedikit berpengaruh ke volatilitas pasar modal. Namun dampaknya tidak signifikan ke ekonomi Indonesia.
"Secara institusional kita sudah jauh lebih baik pasca krisis 1997," ujarnya ketika dihubungi MNC Portal Indonesia, Senin (13/3/2023).
David mengatakan bahwa Silicon Valley Bank yang tidak terlalu besar. "Fed malah kemungkinan tidak terlalu hawkish sehingga ini positif buat Rupiah," imbuhnya.
Lebih lanjut, kebangkrutan Silicon Valley ini terjadi setelah mengalami penarikan dana oleh pemilik dana karena neraca keuangannya memburuk. Di sisi lain, bisnis SVB dan depositinya pun terlalu terkonsenrtasi di startup.
Oleh sebab itu, ia berharap apa yang terjadi di Silicon Valley dapat menjadi pembelajaran bagi bank nasional.
"Mugkin ini bisa menjadi study case juga buat bank nasional dalam me-manage balance sheet nya," tukas David.
Seperti diberitakan sebelumnya, Silicon Valley Bank mulai mengalami kebangkrutan ketika para nasabahnya, yang sebagian besar adalah perusahaan-perusahaan teknologi yang membutuhkan uang tunai ketika berjuang mendapatkan pembiayaan dan mulai menarik simpanan mereka.
Kebangkrut Silicon Valley menjadi sorotan dunia sebab banyak nasabah dengan nilai rekening yang sangat besar pada bank terbesar ke-16 di Amerika tersebut.
Kebangkrutan Silicon Valley Bank ini pun menjadi kegagalan bank terbesar kedua dalam sejarah Amerika setelah ambruknya Washington Mutual pada 2008.
(Feby Novalius)