 
                
JAKARTA - Maskapai Sriwijaya Air berencana melakukan penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO).
Hal ini diumumkan setelah sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) berakhir damai.
BACA JUGA:
Lead Restructuring Counsel dan Kuasa Hukum Sriwijaya Air Hamonangan Syahdan Hutabarat mengatakan salah satu rencana bisnis yang tertuang dalam proposal perdamaian PKPU ini adalah akan ada mitra strategis Sriwijaya Air, seperti masuknya investor hingga pendanaan.
"Memang niatan dari awal Sriwijaya Air harus lebih baik dari sebelum PKPU. Jadi, langit ini mau dipenuhi sama biru putih merah lagi. Salah satu rencana bisnis adalah adanya IPO," katanya dalam keterangan tertulis dikutip Kamis, (13/7/2023).
Adapun pada sidang Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar Rapat Kreditur dengan agenda pemungutan suara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Rabu, 12 Juli 2023 menghasilkan sebanyak 100% kreditur separatis sepakat berdamai, sementara kreditur konkuren yang sepakat berdamai sebanyak 92%.
BACA JUGA:
“PKPU yang berakhir damai ini menjadi bukti kepercayaan terhadap maskapai Sriwijaya Air untuk terus berkembang dan lebih baik lagi,” ujarnya.
Hasil pemungutan suara PKPU mencatat, kehadiran kreditur separatis mencapai 100% dengan jumlah tagihan senilai Rp3,6 triliun yang mewakili 362.702 suara ekuivalen dengan 100%.
Sementara itu, jumlah kehadiran kreditur konkuren sebanyak 76 kreditur, di mana 70 kreditur menyatakan setuju terhadap rencana perdamaian.
Ketuju puluh kreditur tersebut mewakili 92% dari yang hadir terhadap jumlah tagihan Rp3,4 triliun ekuivalen dengan jumlah suara 344.395 atau 93,3% menyataka setuju.
Dari 76 kreditur, 70 kreditur menyetujui rencana perdamaian dan 6 kreditur tak menyetujui. Enam kreditur yang tak setuju itu mewakili 8% dari jumlah kreditur yang hadir yang mewakili jumlah tagihan Rp246 miliar atau ekuivalen dengan jumlah suara 24.613 yang mewakili persentase tak setuju yakni sebesar 6,67%.
Lebih lanjut Syahdan menjelaskan, total utang Sriwijaya Air dalam PKPU ini berjumlah Rp7,3 triliun.
Adapun penyelesaian utang tersebut berbeda tenggat waktunya untuk setiap kreditur.
"Ada yang 8 tahun, tapi maksimal 15 tahun. Itu untuk beberapa kreditur yang sifat tagihannya lessor nonaktif, sudah tidak ada mesin, tidak ada pesawat karena sudah ditarik, itu 15 tahun," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Konsultan Keuangan Sriwijaya Air dari Triple B Advisory, Noprian Fadli mengatakan program restrukturisasi ini akan memperbaiki kinerja keuangan Sriwijaya Air.
"Perhitungan sementara saya, ini bisa mengurangi beban keuangan sekitar 80% dan akan terus bertambah seiring berjalannya waktu dan operasional, yang tadinya equitasnya negatif menjadi positif,” kata Noprian.
“Hal ini tentunya sangat baik dalam rangka pemulihan keadaan keuangan Sriwijaya Air serta menjadi kickstart dalam mengembangkan bisnis Sriwijaya Air untuk menjadi lebih baik," sambungnya.
Sriwijaya Air optimis kewajiban pembayaran utang kepada mitra bisnis dapat diselesaikan dengan baik ke depannya, setelah adanya putusan homologasi ini.
Mengingat industri penerbangan di Indonesia terus membaik setelah berakhirnya status pandemi Covid-19 dan dibukanya rute-rute penerbangan dari dan ke luar negeri.
(Zuhirna Wulan Dilla)