JAKARTA - Daftar negara bangkrut akibat dari subsidi yang terlalu besar.
Krisis ekonomi dan global yang terjadi akibat pandemi Covid-19 membuat sejumlah negara harus bekerja dengan keras demi mempertahankan keberlangsungan.
BACA JUGA:
Venezuela merupakan salah satu negara dengan penghasil minyak terbesar di dunia. Tetapi, siapa yang menyangka kalau kekayaan tersebut menjadi awal dari kehancuran mereka.
Biasanya negara-negara dengan penghasil minyak besar ini, 95% pemasukannya itu berasal dari ekspor minyak yang mereka lakukan.
BACA JUGA:
Dalam artian lain, uang yang masuk ke negara ini akan sangat bergantung pada harga minyak di dunia.
Saat harga minyak tinggi pemasukan mereka juga akan besar, begitupun sebaliknya.
Berikut ini berdasarkan catatan Okezone beberapa negara yang bangkrut karena subsidi yang terlalu besar, Senin (16/10/2023).
1. Sri Lanka
Krisis Ekonomi yang terjadi di negara ini membuat Masyarakat menjadi frustasi hingga kabur dan bekerja di luar negeri.
Sri Lanka kini berada dalam kondisi terburuk setelah utang negara membengkak dan cadangan devisa pun tak mampu menutupi.
Bank Dunia memprediksi tahun 2022 ekonomi Sri Lanka mencapai -7,8%.
Mereka sampai harus mengambil keputusan yang cukup besar dengan menghentikan layanan tidak penting selama beberapa minggu. Di mana penutupan ini bertujuan unuk menghemat cadangan BBM mereka.
2. Haiti
Salah satu negara yang terletak di Kepulauan Karibia ini sempat dilanda krisis BBM pada 2020 yang membuat warga mereka menjadi tertekan. Bank Dunia memprediksi ekonomi Haiti akan terkontraksi -0,4%.
3. Lebanon
Salah satu negara yang memiliki Nasib hampir sama dengan Sri lanka yang mulai mengalami keruntuhan mata uang, kekurangan uang, tingkat inflasi yang mendekik, kelaparan yang meningkat, antrean yang mengular untuk bahan bakar, dan kelas menengah yang hancur.
Tidak hanya itu, negara ini juga mengalami perang saudara yang panjang sehingga pemulihannya terhambat oleh disfungsi pemerintah dan serangan teror.
BACA JUGA:
Dengan mata uangnya yang mulai tenggelam dan juga Lebanon mengalami kegagalan dalam pembayaran sekitar USD90 miliar atau setara dengan Rp1.413 triliun pada saat itu. (kurs Rp15.661).
Pada Juni 2021, dengan mata uang yang telah kehilangan hampir 90% nilainya, Bank Dunia mengatakan krisis tersebut menempati peringkat salah satu yang terburuk di dunia dalam lebih dari 150 tahun.
(Zuhirna Wulan Dilla)