Menurutnya yang perlu dilakukan adalah menggerakkan sumber-sumber pertumbuhan.
BACA JUGA:
"Sumber-sumber pertumbuh yang paling baik bagi kita dan kesempatannya masih ada, ada di industri. Kenapa? karena kontribusi dari industri manufaktur kita itu di bawah 20%, sekarang 18%. Kalau kita kasih naik aja ke 25% otomaticly, pertumbuhannya tidak hanya secara kuantitas naik, kualitasnya juga," ujarnya.
Suharso juga mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebenarnya punya potensi yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan pada hari ini.
"Itu ditandai dengan angka ICOR kita yang relatif sangat tinggi sekali, kalau itu bisa ditekan saja, maka dengan investasi rasio yang kita miliki sekarang, sebenarnya kita bisa terbang, tumbuh di atas 5% bisa sampai dengan 6%," bebernya.
Sebelumnya, LPEM FEB UI merilis white paper berjudul Dari LPEM Bagi Indonesia: Agenda Ekonomi dan Masyarakat 2024-2029.
Dalam White Paper tersebut terungkap bahwa Indonesia belum memenuhi syarat cukup dan syarat perlu untuk menuju negara berpendapatan tinggi.
Fakta menunjukkan bahwa dalam dua dekade terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi tidak pernah jauh dari 5%, pertumbuhan kredit per tahun yang tidak pernah lebih dari 15%, dan partisipasi kerja perempuan yang mentok di angka 54%.
Selain itu, rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tidak pernah melampaui 11%, bahkan hanya 9,9% dalam satu dekade terakhir.
"Kontribusi industri yang terus menurun dan hanya sekitar 18% terhadap PDB dan kemiskinan ekstrem yang persisten di tingkat 1,7%. Pembangunan ekonomi kita seperti membentur atap kaca dimanapun: “it seems that we hit a glass ceiling everywhere," pungkasnya.
(Zuhirna Wulan Dilla)