JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pemohon yang menilai batas usia kerjah hingga jenis kelamin pekerja membuka pintu diskriminasi karena pemberi kerja dapat memilih tenaga kerja berdasarkan kriteria yang tidak relevan dan diskriminatif seperti usia, jenis kelamin, atau etnis.
Namun dalam putusan ada dissenting opinion dari Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah. Guntur berpendapat seharusnya Mahkamah dapat mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian (partially granted). Apabila dilihat dari segi hukum, pasal yang diuji Pemohon secara umum memang sepertinya tidak memiliki persoalan konstitusionalitas.
"Jika dilihat lebih dalam, khususnya dari kacamata keadilan, Guntur justru melihat norma a quo potensial disalahgunakan, sehingga membutuhkan penegasan karena sangat bias terkait larangan diskriminasi in casu dalam persyaratan pada lowongan pekerjaan," ujarnya, Jumat (2/8/2024).
Menurut Guntur, norma Pasal a quo sangat jelas menimbulkan ketidakpastian hukum (legal uncertainty) bagi para pencari kerja khususnya terhadap frasa "merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan” yang sangat diletakan pada pertimbangan subjektif pemberi kerja, seperti mensyaratkan calon pekerja "berpenampilan menarik" (good looking). Jika dibiarkan pertimbangan diletakan pada pemberi kerja meskipun ada norma yang secara umum melarang adanya tindakan diskriminatif in casu Pasal 5 UU 13/2003, namun demikian frasa "dapat merekrut sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan” dalam Pasal 35 ayat (1) UU 13/2003 ini menampakan secara expressis verbis masuk dalam kategori norma yang tidak jelas/bias (unclear norm) sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum serta perlu ada penegasan berkaitan dengan diskriminasi apa saja yang tidak ditoleransi dalam lowongan atau penerimaan pekerjaan.
“Saya berpandangan, adanya lowongan pekerjaan yang mensyaratkan adanya usia tertentu memang dapat menghambat masyarakat yang sejatinya memiliki kompetensi dan pengalaman lebih namun terhalang usia. Apalagi, pembatasan demikian tentunya bertentangan dengan prinsip yang selama ini saya pegang teguh dalam memutus perkara di Mahkamah Konstitusi yakni prinsip memberi kesempatan dan menghapus pembatasan (to give opportunity and abolish restriction) secara rasional, adil, dan akuntabel,” jelas Guntur.
Sebelumnya, Pemohon merupakan warga Bekasi bernama Leonardo Olefins Hamonangan. Dalam sidang yang digelar pada Senin (13/3/2024) lalu dengan agenda perbaikan permohonan, Pemohon mengatakan, Pasal 35 ayat 1 UU Ketenagakerjaan menghasilkan keterbatasan akses dan kesempatan bagi tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan keahlian mereka.
Norma ini juga menimbulkan ketidakpastian hukum karena ketidakjelasannya serta kurangnya pedoman dapat menyebabkan interpretasi yang berbeda-beda dalam praktiknya dan menciptakan konflik hukum antara pemberi kerja dan tenaga kerja atau pemberi kerja dan regulator.