Monetisasi Sampah
Kuntaji, Kepala Departemen Bisnis Support PT Pegadaian Kanwil Semarang, mengungkapkan bahwa latar belakang program Bank Sampah dan Tabungan Emas adalah untuk mengatasi tantangan besar dalam pengelolaan sampah. Sebab, jumlah sampah semakin meningkat tetapi tidak diimbangi dengan sistem pengolahan yang memadai.
“Sampah yang tidak dikelola dengan baik tentunya dapat mencemari lingkungan dan berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan sistem yang dapat mengelola sampah dengan lebih efisien, salah satu solusinya adalah dengan menerapkan konsep bank sampah,” ujar Kuntaji.
Ia menjelaskan bahwa dalam program ini, sampah dikumpulkan, dipilah, dan didaur ulang untuk mengurangi jumlah sampah tersebut, sehingga masyarakat mendapatkan nilai ekonomi dari proses itu.
“Setelah masyarakat mendapatkan hasil dari memilah sampah, uangnya akan dikonversi menjadi Tabungan Emas. Saat ini 23 bank sampah yang sudah menjadi mitra binaan Pegadaian, dan 25 bank sampah yang saat ini sudah mendaftar di Pegadaian Jawa Tengah. Semua itu sudah tersebar di seluruh kabupaten/kota ada di Jawa Tengah.”
Pakar ekonomi Universitas Diponegoro (UNDIP), Dr. Jaka Aminata, SE, menekankan pentingnya Tabungan Emas sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan individu dan masyarakat. Menurutnya, program ini tidak hanya bermanfaat bagi individu, tetapi juga bagi komunitas dalam skala yang lebih luas, termasuk RT, RW, kelurahan, dan kecamatan.
“Tabungan emas sangat bermanfaat tidak hanya untuk individu tetapi juga masyarakat. Kita perlu saluran distribusi sampah yang baik, dan Pegadaian berperan penting dalam hal ini. Namun, kontribusi juga harus datang dari seluruh elemen masyarakat, dari yang terkecil hingga yang terbesar, termasuk pemerintah sebagai penyedia transportasi yang memadai,” jelas Jaka.
Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi UNDIP itu mencatat bahwa masalah pengelolaan sampah tidak hanya terbatas pada tempat pembuangan, tetapi juga hingga tempat pembuangan akhir (TPA). “Transportasi untuk mengangkut sampah di banyak daerah masih jauh dari memadai. Di beberapa negara ASEAN, pengelolaan sampah sudah lebih baik, tetapi di Indonesia, kita masih menghadapi tantangan serius, terutama di kota-kota besar.”
Dia mengajak masyarakat untuk mulai memilah sampah di tingkat rumah tangga, baik sampah plastik, organik, maupun non-organik. Dalam konteks ini, Jaka berharap Tabungan Emas dapat menjadi pemicu kesadaran lingkungan yang lebih tinggi.
“Dengan kesadaran lingkungan dan kesehatan, Tabungan Emas bisa menjadi solusi untuk masalah sampah, sekaligus memonetisasi pengumpulan sampah di masyarakat. Ini tidak hanya bermanfaat bagi individu dan masyarakat, tetapi juga bagi pemerintah jika semua pihak menyadari pentingnya pengelolaan lingkungan yang baik.”
Samsul Effendi, Kepala Bagian Corporate Social Responsibility (CSR) PT Pegadaian Kanwil Semarang, juga mengajak seluruh masyarakat untuk berkomitmen menyelamatkan lingkungan dengan cara memaksimalkan keberadaan Bank Sampah.
“Sejak tahun 2018, PT Pegadaian telah membina 75 bank sampah. Kanwil Semarang sendiri sampai dengan akhir tahun 2021 memiliki 7 bank sampah binaan. Saat ini sudah memiliki 29 bank sampah binaan. Pada akhir tahun 2024, di 12 Kantor Wilayah PT Pegadaian seluruh Indonesia akan memiliki total lebih dari 300 bank sampah binaan.”
Saat ini telah terbentuk wadah bagi penggiat lingkungan dan Bank Sampah binaan PT Pegadaian yaitu Forsepsi, Forum Sahabat Emas Peduli Sampah Indonesia. Tujuan Forsepsi selain membangun komitmen bersama antara PT Pegadaian, anggota Forsepsi, dan pemerintah daerah juga mendorong penerapan Peraturan Menteri Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah pada Bank Sampah.
“Sampai dengan bulan Agustus 2024, tabungan emas yang dihasilkan dari memilah sampah sebanyak 15 kilogram dan memiliki lebih dari 12.000 nasabah di seluruh Indonesia,” pungkasnya.
(Feby Novalius)