Penjaga Kehidupan
Menurutnya, menjadi pelaut bukan sekadar mengarungi samudra, tetapi juga tentang menjaga kehidupan rekan-rekannya di atas kapal. Di sinilah peran istimewanya sebagai “dokter darurat” muncul. Kapal gas yang jauh dari daratan dan rumah sakit, menuntut kru untuk selalu siap dalam keadaan darurat medis.
“Kami di kapal punya minihospital, dan saya sebagai mualim 2 juga bertanggung jawab sebagai medical officer,” ujar Renato.
Sertifikat “Medical Care” yang didapatkan dari masa kuliahnya menjadi kunci utama untuk menangani situasi medis darurat di kapal. Namun, Renato tidak berhenti di situ. Ia kerap berkonsultasi dengan dokter untuk memperdalam literasinya tentang obat-obatan dan prosedur pertolongan pertama.
Tak jarang, tantangan medis datang di luar dugaan. Salah satu momen yang tak terlupakan bagi Renato terjadi ketika kapal yang mereka tumpangi berlabuh di Stockholm, Swedia. Musim dingin ekstrem membuat seorang kru mengalami kesulitan buang air kecil.
"Saya belum pernah menangani hal seperti itu, tapi berkat konsultasi dengan dokter perusahaan, masalah tersebut bisa segera teratasi. Alhamdulillah semuanya bisa tertangani," ceritanya.
Selain peran medis, Renato juga memastikan kesehatan kru tetap terjaga dengan rutinitas harian yang ketat. Di kapal, alat pengukur tekanan darah dan suhu tubuh tersedia di tempat umum, dan setiap pagi kru wajib melakukan pengecekan.
“Saya mengawasi dan mencatat hasil pengecekan mereka setiap hari. Berat badan juga dipantau, karena obesitas di kapal bisa jadi masalah serius,” tambahnya.
Renato juga bercerita tentang pentingnya inventarisi obat-obatan dan peralatan medis di atas kapal. "Di minihospital, kami memiliki banyak peralatan dan obat-obatan yang sesuai dengan standar internasional. PIS Pertamina bahkan sering meningkatkan standar tersebut," ujarnya bangga.
Perjalanan hidup Renato sebagai pelaut tak lepas dari tantangan personal. Menikah dengan seorang perempuan asal Cilacap, yang merupakan teman kuliahnya dulu, Renato harus rela meninggalkan rumah hanya dua pekan setelah pernikahan untuk kembali bertugas.
"Awalnya berat, tapi komunikasi yang baik dengan istri membuat semuanya lebih mudah. Apalagi sekarang komunikasi bisa sangat mudah, baik telepon maupun video call. Dia sangat mendukung pekerjaan saya," ungkapnya penuh syukur.
Baginya, menjadi pelaut sekaligus dokter darurat, merupakan gambaran dari dedikasi dan kemanusiaan. Dalam setiap perjalanan, ia belajar bahwa samudra mengajarkan lebih dari sekadar navigasi; melainkan juga arti kehidupan, cinta, dan tanggung jawab yang tak pernah berujung.
Kapal Kebanggaan
Kapal Pertamina Gas 1 (PG-1) milik Pertamina International Shipping (PIS), merupakan jenis Very Large Gas Carrier (VLGC) yang menjadi andalan untuk distribusi gas ke berbagai negara. Dengan panjang 225,8 meter dan lebar 36 meter, kapal ini dilengkapi teknologi canggih serta fasilitas mewah yang memanjakan kru dan menjamin keselamatan selama pelayaran.
Kapten Prawoto, nakhoda kapal PG-1, mengungkapkan bahwa dukungan manajemen kepada para kru sangat besar. Ia menyebutkan kapal ini memiliki fasilitas seperti bathub di kamar pribadinya, tempat gym yang lengkap, hingga recreation room. Selain itu, terdapat lapangan basket dan futsal.
"Kami diberikan kapal yang tidak hanya canggih tapi juga sangat nyaman. Fasilitas di kapal ini seperti hotel bintang lima, bahkan bisa setara dengan bintang tujuh," ujarnya.
Seluruh kru juga tak pernah terkendala ketika berkomunikasi dengan keluarga meski tengah berlayar. Jaringan internet melalui saluran satelit di kapal stabil sehingga kru dapat melakukan video call dengan lancar dan memonitor CCTV rumah.
"Jauh dari keluarga, tapi tetap dekat. Semua ini berkat fasilitas internet luar biasa di kapal ini," tambah Prawoto.
Selain fasilitas mewah, kapal PG-1 dilengkapi dengan teknologi pengurangan emisi yang sesuai regulasi internasional. Kapal ini juga telah memenuhi persyaratan masuk US Coast Guard (USCG), standar tertinggi untuk kapal yang ingin masuk terminal-terminal Amerika Serikat.
"Sejak 2021, PG1 telah berhasil masuk pasar AS dengan memenuhi persyaratan ketat USCG," jelas Dewi Oktavia Husain, VP Human Capital PIS.
Saat bersandar ke Terminal Tanjung Sekong Cilegon, PG-1 membawa 45.000 metrik ton LPG milik Pertamina Patra Niaga, yang akan didistribusikan ke seluruh Indonesia. Dengan 23 awak kapal, semuanya warga negara Indonesia, PG1 menjadi simbol prestasi maritim Indonesia di kancah internasional.
"Kami bangga bahwa kapal ini sepenuhnya diawaki oleh kru Indonesia, dan diterima USCG merupakan prestasi tersendiri," ujar Dewi.
Dewi menambahkan, dalam aspek kesehatan, kru kapal mendapatkan perhatian ekstra. Setiap hari, seorang petugas melakukan daily check-up untuk memastikan kesehatan kru optimal. Mereka juga mendapatkan medical check-up tahunan dan perlindungan asuransi kesehatan.
"Kami memastikan kru mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik, sesuai standar yang diterapkan di seluruh Pertamina Grup," ungkap Dewi.