Seorang ASN dengan gelar S1 biasanya masuk ke Golongan III/a, menurut PP No. 15 Tahun 2019 tentang gaji PNS. Mereka menerima gaji pokok antara Rp2,57 juta dan Rp4,23 juta per bulan, tergantung pada lamanya pekerjaan mereka.
Selain gaji pokok, ASN BPS menerima tunjangan kinerja, yang dikenal sebagai tunjangan, yang bervariasi tergantung pada daerah dan jabatan. Penghasilan ASN golongan III dapat berkisar antara 4 dan 6 juta rupiah per bulan di daerah seperti Sijunjung.
Banyak orang menyayangkan apa yang dilakukan Aditya. Melayani masyarakat dengan biaya publik adalah tugas ASN. Dengan penghasilan tetap dan jaminan pekerjaan, dia seharusnya dapat merencanakan keuangan dan masa depannya dengan aman.
Kasus ini, bagaimanapun, menunjukkan bahwa gaji tetap pun tidak menjamin perilaku yang baik jika seseorang memiliki gangguan mental dan integritas. Apalagi, alasan di balik biaya pernikahan, yang seharusnya membawa kebahagiaan, malah mengakibatkan tragedi bagi dua keluarga sekaligus: keluarga pelaku dan keluarga korban.
Sesuai dengan pasal pembunuhan berencana dalam Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Aditya kini terancam hukuman berat, bahkan bisa menghadapi hukuman mati atau hukuman seumur hidup.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa mengelola uang, terutama untuk acara penting seperti pernikahan, harus dilakukan secara matang dan sesuai kemampuan.
Jika tidak direncanakan dengan baik, memaksakan diri karena gengsi atau memenuhi ekspektasi sosial dapat menyebabkan masalah besar.
Publik mengharapkan kasus Aditya Hanafi menjadi pelajaran hidup bagi semua orang, terutama ASN dan calon pengantin, bahwa kehormatan dan masa depan lebih penting daripada biaya resepsi.
(Taufik Fajar)