Rumah Bibit, demplot, serta pertanaman anggota yang dikelola PKK dan KWT menurut Andriko menjadi bukti konkret praktik baik Desa B2SA. Dimana masyarakat membangun ekosistem pangan yang tumbuh dari inisiatif warga dan diperkuat melalui dukungan kebijakan nasional.

Andriko juga berharap Desa B2SA dapat diintegrasikan dengan program prioritas nasional Makan Bergizi Gratis (MBG). Ke depannya hasil Rumah Bibit, demplot, serta pertanaman anggota diharapkan dapat memasok kebutuhan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) setempat dalam pemenuhan menu MBG.
“Budidaya di lapangan memperlihatkan capaian nyata. Seperti KWT Sekartanjung di Desa Tanjungrasa yang berhasil mengembangkan beragam sayuran seperti cabai rawit, kangkung, bayam, kembang kol, seledri, sampai pare. Semua dikelola secara komunal dengan memanfaatkan lahan anggota. Hasilnya dimanfaatkan untuk warga sekitar.” ungkap Andriko.
Ada pula kolam ikan lele dan patin yang dibudidaya KWT Mekar Tani di Desa Rawamekar. Menurut Ketua KWT desa tersebut, Ade Listyowati, warga sekitar telah banyak mendapatkan manfaat dari hasil Desa B2SA.
“Panen lele kita mencapai 1 kuintal 3 kilogram, sebagian dikonsumsi untuk anggota dan sebagian dijual. Pendapatan dari penjualan diputar kembali untuk kami belikan benih patin.” tambahnya.
Pelaksanaan bimbingan teknis pun turut menjadi pengungkit inovasi pangan lokal. 20 sesi bimtek juga digelar untuk memperkuat keterampilan pengolahan, didampingi 3 kali sosialisasi pola konsumsi B2SA. Pendekatan tersebut diyakini membangun fondasi kompetensi yang menopang kemandirian pangan desa.
“Hasil bimteknya juga sudah mulai terlihat, di Balepot Desa Langensari dengan produksi keripik ikan, sedangkan KWT Sedap Malam Desa Ciasem menjadi penghasil selai terong.” lanjut Andriko.
Kepala Bidang Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Subang, Rusdianto, dalam sambutannya mengungkapkan produk-produk tersebut direncanakan akan dipasarkan sebagai hasil komoditas desa. Dua contoh tersebut menunjukkan hadirnya nilai tambah dan membuka peluang ekonomi baru di desa.
Adapun fasilitasi peralatan produksi yang diberikan Bapanas berupa kompor, alat masak, blender, serta mesin penggiling turut memperluas kapasitas pengolahan, sehingga diharapkan desa dapat memperkuat rantai nilai pangan tanpa bergantung pada infrastruktur eksternal.
(Taufik Fajar)