JAKARTA - Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan pengenaan bea keluar batu bara sebagai bagian dari upaya optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam dan peningkatan pendapatan negara.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan, kebijakan tersebut sejalan dengan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi rujukan utama Presiden.
Bahlil menjelaskan, kebijakan ini dalam rangka memaksimalkan potensi sumber daya alam, serta dapat dikelola secara adil dan memberikan manfaat maksimal bagi negara. Salah satu instrumennya adalah pengenaan bea keluar, termasuk untuk komoditas batu bara.
"Kita akan kenakan biaya/bea ekspor apabila harga pasarnya itu sudah mencapai angka tertentu. Formulasinya kami lagi buat," ujar Bahlil saat ditemui di kantornya, Jumat (19/12/2025).
Namun demikian, Bahlil menekankan bahwa bea keluar tidak akan dikenakan secara sembarangan.
Pemerintah hanya akan mengenakan bea ekspor kepada perusahaan yang dinilai layak, dan ketika harga jual batu bara di pasar internasional sudah mencapai tingkat tertentu.
"Jadi kalau harganya rendah, perusahaan kan profitnya kan kecil. Kalau kita kenakan bea keluar, itu bukan kita membantu dia. Syukur kalau untungnya masih ada, kalau rugia? Negara juga harus fair," kata Bahlil.
"Kalau nilai jualnya besar, harga ekspornya besar, ya wajar untuk kemudian negara meminta agar mereka membayar bea keluar," tambahnya.
Dia menjelaskan, pemerintah saat ini masih menyusun formula penentuan harga acuan yang menjadi dasar pengenaan bea keluar batu bara.
Tim internal Kementerian ESDM bersama kementerian terkait masih melakukan perhitungan untuk memastikan kebijakan tersebut tidak memberatkan pelaku usaha, namun tetap memberikan tambahan penerimaan bagi negara.
Saat ditanya mengenai batas harga yang akan menjadi pemicu pengenaan bea keluar, Bahlil mengatakan angka pastinya masih dalam tahap penghitungan. "Lagi dihitung, tim saya masih menghitung," katanya.
(Taufik Fajar)