Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

HOT SHOT: Kisah CEO Asuransi Astra dan Tips Suksesnya

Martin Bagya Kertiyasa , Jurnalis-Minggu, 24 April 2016 |18:15 WIB
HOT SHOT: Kisah CEO Asuransi Astra dan Tips Suksesnya
CEO Asuransi Astra Santosa (Foto: Dok. Asuransi Astra)
A
A
A

Berjuang Lolos dari Kebangkrutan

Nama Astra semakin melambung dan mencapai kejayaan mereka pada periode 2010-2013. Santosa mengatakan, sebelum 2014 Astra menjadi perusahaan paling top di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan investasi yang besar di mana-mana.

"Tapi sekarang kita minimizing, kita masih berharap ada perbaikan di ekonomi kita. Kita kalau di dalam, berahap tahun depan sudah ada perbaikan, sekarang kan sudah mulai terasa sudah sustain, Rupiah stabill," kata dia.

Namun, tidak selalu perusahaan tersebut berada di atas. Layaknya sirkulasi sebuah kehidupan, Astra juga pernah mengalami kehatuhan saat krisis. Santosa pun pernah berjuang menghidupkan PT Astra CMG Life saat menjadi Director Sales and Marketing, yang kala itu hampir bangkrut.

"Pas saya jadi direktur itu umur 35 di asuransi, portfolio kita 50 persen hilang. Kita modal Rp50 miliar, sudah rugi dua tahun berturut-turut itu total Rp30 miliar, Rp15 miliar tambah Rp15 miliar, jadi tinggal 1/3. Kalau rugi lagi, tutup itu. Karena sudah kurang dari 75 persen modal awal, harus dilikuidasi," jelas dia.

Dalam kondisi tersebut, dia mengatakan semua direktur Astra tidak ada yang mau memegang jabatan tersebut. Akhirnya, dia pun maju menjadi direktur, meskipun belum waktunya menjadi direktur.

"Cuma senior-senior saya mulai ninggalin kursinya, karena kalau itu bangkrut, mati dia. Pak Michael nawarin, kamu pegang deh. Kesempatan kan, saya pikir, halah, kalau memang bangkrut, memang belum waktunya saya jadi direktur, biarin deh," kisahnya.

"Begitu saya bisa kembali ke Break Even Poin saja, saya langsung dibilang hebat, bisa ngurusin company mau bangkrut. Akhirnya tawaran dateng sendiri kan. Jadi musti berani ngambil resiko, tapi kita harus nothing to lose. Kalau yang sudah direktur, ditawari direktur juga tapi problem, pada enggak mau, nah saya belum direktur ditawari, ya ambil saja siapa tahu bisa," kenang dia.

Namun, keputusan tersebut harus dibayar mahal, lantaran menjadi Direktur tidaklah seenak yang dibayangkan banyak orang. Menurutnya, dia setengah mati harus berjuang menyelamatkan perusahaan tersebut dari kebangkrutan.

"Setengah tahun kayak orang gila saya, mantau terus. Ini produk, rugi, banyak masalah, tutup saja. Cabang ini rugi, banyak masalah, tutup. Lalu mecatin orang, harus berani begitu. Akhirnya dari 60 cabang, waktu itu kita pangkas separuh, sampai benar-benar slim. Baru tahun depan profit Rp4 miliar, sedikit sih tapi yang penting enggak ditutup," katanya.

Santosa melanjutkan, memecat orang memang tidak bisa semudah membalikkan telapak tangan. Menurutnya, untuk melaksanakan keputusan tersebut, dia bahkan kehilangan berat badan dari 74 kg ke 60-an.

"Tapi memang harus dilakukan, saya datangi mereka. Sudah dihitungin, pesangon berapa dan segala macam, karena memang harus tutup kok. Kalau direktur lama, pasti enggak bisa ngelakuin. Bukan enggak mampu, tapi enggak sanggup. Sekarang dia yang recruit, waktu recruit kan banyak janji manis, ternyata begini, ngomong saja sudah berat dia," kata Santosa.

"Kalau saya kan tidak punya emotional attachment, karena enggak pernah bekerja bertahun-tahun dengan mereka. Hanya saya jelaskan, kondisi cabang kan seperti ini, perlu berapa lama cari kerjaan baru, ini pesangon secara aturan segini, lalu kita tambah yang dari perusahaan. Memang tidak ada pilihan, pasti kita tutup," jelasnya.

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement