Dari 147.000 kontraktor yang dimiliki Indonesia tersebut, dikatakan Ruslan didominasi oleh kontraktor kecil dengan kemampuan dibatas 1 paket pekerjaan hanya mencapai Rp2,5 miliar. Sementara kontraktor besar hanya terdapat kisaran 1.600 dengan kemampuan yang mencapai Rp250 miliar.
"Memang kita ada pembangunan besar sementara ketersediaan tenaga terbatas. Program kita dengan CAK ingin mengisi skilled labour. Kalau ini tidak disiapkan pasti akan masuk pekerja-pekerja dari Malaysia, dan negara-negara lain sebagainya," ujarnya.
Target jangka panjang lainnya, yakni berupa teknologi Korea Selatan yang dapat diserap oleh Indonesia. "Saat ini terdapat satu riset kita di litbang Korea yang sudah terbukti di teknologinya, sehingga kita bisa pelajari," pungkasnya.
Kepala Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Ruslan Rivai
(Dani Jumadil Akhir)