"Dengan memasukkan surat berharga kita berharap akan mendorong pendalaman pasar keuangan. Perusahaan melihat ada demand dari bank, mendorong penerbitan surat berharga. Artinya surat berharga di pasar keuangan makin banyak. Loan dulu hanya kredit skrg tambah surat berharga bank. Dulu hanya DPK sekarang kita tambahkan surat berharga diterbitkan oleh bank," paparnya.
Baca Juga: BI: Peluang Mempertahankan Suku Bunga Acuan Masih Ada
Sedangkan melalui pengaturan PLM diharapkan dapat mengatasi risiko likuiditas perbankan mengingat risiko likuiditas ini mampu mengamplifikasi risiko lain menjadi risiko sistemik.
Bila dulu bank syariah tak perlu memenuhi GWM Sekunder, kini ketika menjadi PLM, bank syariah dan UUS pun harus memenuhinya. Penyempurnaan dengan fleksibilitas di dalam PLM, membuat dalam kondisi tertentu, surat berharga dalam perhitungan PLM dapat digunakan dalam transaksi repo kepada BI dalam operasi pasar terbuka paling banyak sebesar 2% dari DPK.
Filianingsih meyakini penyempurnaan kedua instrumen ini tak akan membuat bank bergeser dari penyaluran kredit ke pembelian surat berharga.
Sebab, saat ini persentase surat berharga yang dibeli oleh bank hanya sekitar 1% dari total kredit perbankan Rp4.600 triliun di 2017.