Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Realisasi Mandatori B20 Sudah Capai 95%

Koran SINDO , Jurnalis-Kamis, 08 November 2018 |13:11 WIB
Realisasi Mandatori B20 Sudah Capai 95%
B20 (Foto: Yohana/Okezone)
A
A
A

JAKARTA – Pemerintah menyatakan realisasi mandatori biodiesel 20% (B20) hingga Oktober 2018 telah mencapai 95%. Realisasi tersebut naik sekitar 10% dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

“Capaian dihitung dari penggunaan B20 PSO (public service obligation ) maupun non- PSO, tapi saya lupa volumenya berapa. Tapi yang jelas mampu menekan impor minyak di dalam negeri,” ujar Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto di Jakarta.

Baca Juga: RI Desak Malaysia Terapkan Biodesel 20%

Menurut dia, hingga kuartal III/2018 penyaluran B20 sudah mencapai 2,53 juta kiloliter (kl) dari target tahun ini sebesar 3,92 juta kl. Untuk mencapai target tersebut, kata dia, pemerintah terus berupaya menyelesaikan kendala yang dihadapi.

Pihaknya tidak menampik jika distribusi pasokan minyak sawit (fatty acid methyl esters /FAME) dari Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BBN) ke Badan Usaha Bahan Bakar Minyak (BBM) masih menjadi kendala di lapangan.

biodiesel

Sebab itu, pemerintah akhirnya mengatur batas waktu pengiriman hingga memangkas sejumlah titik pengiriman supaya lebih efisien. Ia berharap tahun depan kendala pasokan distribusi bisa selesai sehingga 100% dapat tersalurkan. “Semoga besok lebih baik.

Ini kita perbaiki semua satu per satu,” kata dia. Direktur Bioenergi pada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan, rencananya dari 112 titik lokasi terminal bahan bakar minyak (TB - BM) bakal dipangkas menjadi 10 titik penerima yang terdiri dari enam kilang Pertamina dan empat tempat ekspor-impor bahan bakar minyak (BBM).

Baca Juga: Usai Biodiesel 20%, Program B30 Siap Uji Coba di 2019

Pengurangan titik distribusi tersebut mulai diberlakukan paling lambat 1 Januari 2019. Adapun pengurangan titik pengiriman paling banyak untuk wilayah Indonesia Timur. Alasannya, permintaan FAME di wilayah Indonesia Timur dari sisi volume cenderung kecil.

Sementara itu, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengungkapkan, capaian yang belum optimal karena program baru berjalan pada 1 September 2018 itu masih proses penyesuaian.

Namun, pihak nya mengklaim hingga saat ini proses pengiriman sudah berjalan lebih baik. Meski begitu, Paulus tidak menampik ada permasalahan pada pengiriman sehingga harus ada mekanisme klasterisasi. “Hampir semua sudah berjalan bagus, tetapi masih belum optimal,” katanya.

Halaman:
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement