JAKARTA - Di saat merayakan Idul Fitri sejumlah pekerja lepas, termasuk tenaga kesehatan, ada yang belum mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR). Bahkan, mengalami pemotongan gaji.
Sejumlah perawat yang bekerja dengan status Tenaga Harian Lepas (THL), misalnya harus merayakan lebaran tahun ini tanpa mendapat THR. Salah satunya diakui Mohamad Fadly Mahardika, akrab disapa Fadly, yang sejak tahun 2017 berstatus sebagai THL perawat di sebuah puskesmas di Tangerang, Banten.
Fadly mengaku mendapat gaji sebesar Rp3,9 juta per bulannya. Tapi tidak pernah menerima Tunjangan Hari Raya (THR) dari Pemerintah Provinsi.
Baca juga: Aturan Kerja New Normal, Jarak Antar-pekerja Minimal 1 Meter
Dirinya mengaku mendapat THR dari sumbangan rekan kerja pegawai negeri sipil (PNS) lainnya atau pihak puskesmas.
"Saya hanya [menerima THR] dari puskesmas saja di tahun 2017 dan 2018 sebesar Rp150 ribu, 2019 sebesar 200 ribu, dan 2020 sebesar Rp400 ribu," kata Fadly yang juga mewakili beberapa perawat lainnya di kota Tangerang mengutip ABC.net, Jakarta, Selasa (26/5/2020).
"Tidak ada [THR] dari Pemda ataupun instansi Dinas Kesehatan. Taruhan kami nyawa, tapi upah ala kadarnya," tambahnya.
Baca juga: Panduan Kerja New Normal Ala Menkes: Dari Shift hingga Makanan Bergizi
Seorang perawat di sebuah puskesmas di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Satya (bukan nama sebenarnya) juga belum pernah menerima THR. Padahal, ia mengaku jika beban pekerjaannya meningkat di tengah pandemi COVID-19.
Selain bertugas di puskesmas, Satya dan juga 20 perawat lainnya, bergantian menjaga posko Covid-19 untuk bersiap menangani pasien yang tertular virus corona.
Sebagai seorang perawat THL di Jawa Tengah, gaji Satya per bulan adalah Rp1,3 juta, atau Rp47.500 per hari. Jumlah ini masih di bawah standar Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun ini, yaitu Rp1,7 juta.
"Bisa dihitung sendiri berapa besaran gaji kami dengan tanggung jawab seperti itu. Taruhan kami terus terang kan nyawa, tapi upah kami ala kadarnya," kata Satya.
Ia juga harus mengusahakan sendiri alat pelindung diri (APD) yang harus dikenakannya. Hal ini dikarenakan tiap tenaga kesehatan di puskesmas tempatnya bekerja hanya dijatah satu APD per minggu.
"Jadi pertama kali, kami menggunakan jas hujan yang harganya Rp15 ribu atau Rp20 ribu, yang plastik tipis," kata Satya.
Sementara masker dijatah empat buah per minggu. Itu pun menurutnya tidak memenuhi standar kesehatan.
"Tidak ada kacamata. Mau pakai uangnya siapa? Gaji Rp1,3 juta saja masih beli [perlengkapan] sendiri," tambahnya.