Berbeda dengan surat utang (bonds) dan pinjaman ke perbankan. Selain dibatasi tenor, pendanaan dari surat utang dan perbankan juga dibatasi oleh debt to equity ratio (perbandingan jumlah utang dengan ekuitas perusahaan). Semakin besar utang perusahaan, semakin besar pula debt to equity rationya, dan tentu akan berpengaruh ke kondisi keuangan perusahaan.
"Kenapa kita nggak bonds saja, ya, tapi nanti debt to equity rationya ke-hit (terpukul), dan (dana) juga harus dikembalikan. Kalau IPO lebih fleksibel karena nggak terdampak debt to equity ratio dan tidak usah mengembalikan pokok-pokok pinjaman. Sebenarnya, ada plus minusnya," ujar Nicke.
Baca Juga: Belanja Modal Tembus Rp1.826 Triliun, Bos Pertamina Bahas IPO
Nicke juga membeberkan, perusahaan minyak dan gas besar di dunia seperti Petronas, BP Energy, PTT hingga Exxon melakukan IPO anak usaha untuk mengembangkan bisnis mereka.
"Kita lihat seperti Petronas, dari lima sub holdingnya empatnya di IPO. Sama saja dengan BP, PTT, Exxon ini jadi salah satu opsi perusahaan-perusahaan untuk tumbuh dan mengembangkan usahanya," kata Nicke.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)