JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menilai Undang-undang (UU) BUMN harus direvisi oleh Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pasalnya, beleid terkait eksistensi BUMN sudah 17 tahun belum dilakukan perbaikan.
Sementara itu, sejumlah perseroan pelat merah dihadapkan pada sejumlah masalah di lapangan. Salah satu kasus yang diutarakan menyangkut Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Dividen yang diterima dan diberikan perseroan negara.
Baca Juga: Suntikan Modal BUMN Rp20,5 Triliun Cair Bulan Depan
Erick menyebut, ada ketimpangan antara PMN yang diterima dan dividen yang diberikan dari dan untuk negara. Dalam catatan Kementerian BUMN, dividen yang diberikan BUMN dalam 5 tahun terakhir mencapai Rp267 triliun, sementara PMN yang diterima hanya Rp117 triliun. Jadi komposisinya antara dividen dua kali lebih besar dari PMN.
"Belum lagi masalah utang. Itulah kenapa kita sepakat dengan usulan RUU (revisi UU) BUMN yang di mana salah satunya kita memetakan apa itu penugasan, apa itu investasi," ujar Erick dalam rapat kerja (karek) bersama Komisi VI DPR, dikutip Rabu (23/9/2020).
Dari 90% PMN yang diajukan Kementerian BUMN selama ini, mayoritas adalah untuk penugasan BUMN. Hal ini, kata erick, yang membuat persepsi orang bila PMN yang diperoleh perseroan pelat merah itu negatif.
Baca Juga: Hal yang Harus Dipersiapkan jika Indonesia Resesi
Dalam kesempatan yang sama, Erick juga mengutarakan, perbandingan antara pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang diberikan BUMN komposisi dengan PMN itu 6%. Artinya, pajak dan PNBP lebih besar daripada PMN.
"Sangat kecil impact yang tadi kontribusi yang kita berikan kepada negara, dibandingkan PMN. Ini sebagai dasar-dasar fakta," kata Erick.
Karena itu, bila Rancangan Undang-undang (RUU) BUMN ditetapkan sebagai UU, maka ada kejelasan antara PMN untuk penugasan dan PMN untuk investasi. UU itu pun menjadi dasar hukum bagi pihak Erick untuk melakukan pengawasan.