JAKARTA - Ketua DK Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso memperpanjang relaksasi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat syariah (BPRS) demi menghadapi dampak pandemi Covid-19. Kebijakan ini tertuang dalam POJK Nomor 2/POJK.03/2021 yang mulai berlaku 18 Februari 2021 sebagai perubahan dari kebijakan sebelumnya, POJK Nomor 34/POJK.03/2020 yang semula berakhir pada Maret 2021.
"Memperpanjang masa berlaku kebijakan bagi BPR dan BPRS sebagai dampak COVID-19 sampai dengan 31 Maret 2022," ujar Wimboh hari ini di Jakarta, (1/3/2021).
 Baca juga: Izin Dicabut, Bagaimana Nasib Simpanan Nasabah BPR Abang Pasar?
Kebijakan sebagai dampak penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) terdiri dari Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) umum untuk aset produktif dengan kualitas lancar. Ini dapat dibentuk sebesar 0% atau kurang dari 0,5% dari aset produktif dengan kualitas lancar sebagaimana diatur dalam POJK Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif BPR.
Berikutnya persentase nilai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) sebagai faktor pengurang modal inti dalam perhitungan KPMM BPR dan BPRS. Ini dihitung persentase dari nilai AYDA sebagai faktor pengurang modal inti dalam perhitungan KPMM BPR dan BPRS pada posisi laporan bulan Maret 2020.
 Baca juga: LPS Bayar Klaim Nasabah BPR Brata Nusantara Rp7,2 Miliar
Penyediaan dana dalam bentuk penempatan dana antar bank pada BPR atau BPRS lain untuk penanggulangan permasalahan likuiditas pada BPR atau BPRS lain dikecualikan dari ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau Batas Maksimum Penyaluran Dana (BMPD). Penempatan dana antar bank tersebut dapat dilakukan kepada seluruh BPR pihak terkait dan tidak terkait paling banyak 30% (tiga puluh persen) dari modal BPR dan BPRS.